Page 182 - REFORMA AGRARIA EKOLOGIS
P. 182
makhluk hidup lain dan alam itu sendiri juga memiliki hak. Apalagi
jika melihat dampak eksploitasi yang menciptakan ancaman bencana
beruntun yang serius, yaitu Climate Change. Alam tidak memberikan
gratis, tetapi hukum tanam tuai yang akan menjadi bayarannya.
Di dalam pemenuhan kebutuhan primer yang pada awalnya
manusia hanya bercocok tanam untuk kebutuhan sendiri, seiring
bertambahnya jumlah manusia dan sistem penataan wilayah seperti
desa kota dengan pembagian fungsinya maka kebutuhan akan pangan
meningkat begitu pesat. Industrialisasi pangan dijalankan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Pertanian yang pada awalnya dikelola
secara organik dengan memanfaatkan siklus alaminya, yaitu tanaman
dipupuk menggunakan sisa tanaman mati dan kotoran ternak, ternak
dan manusia memakan tanaman, dan seterusnya. Dari siklus tersebut
dapat dilihat pertukaran manfaat antar organisme dan bahkan
dengan unsur abiotiknya. Secara sederhana dapat dijelaskan manusia
dan hewan mendapat makan dari tanaman kemudian memberi
pupuk dari kompos kotoran dan bahan organik lain dengan bantuan
organisme pengurai kepada tanaman sebagai nutrisinya. Siklus energi
atau daur materi tersebut menciptakan hubungan timbal balik saling
menguntungkan yang berkelanjutan. Namun, peningkatan kebutuhan
dan semakin berkurangnya ruang memaksa manusia berpikir lebih
keras untuk mencari teknik untuk mempercepat dan memperbanyak
hasil secara masif melalui metode anorganik. Penciptaan tanaman-
tanaman varietas baru yang lebih berbuah banyak serta penciptaan
berbagai suplemen tanaman berbahan kimia.
Di Indonesia sendiri perubahan sistem pertanian tradisional
menuju pertanian modern terjadi pada era orde baru yang biasa
disebut sebagai revolusi hijau. Revolusi hijau menjadi upaya
pemerintah untuk mengadaptasi teknologi kedalam pertanian untuk
mengatasi kelaparan dan pemulihan pasca perang. Bahkan pada saat
itu Indonesia pernah mengalami swasembada beras. Namun, entah
karena sebab apa saja sekarang pertanian di Indonesia semakin tidak
menguntungkan baik bagi penjualan, lingkungan, bahkan petani
itu sendiri. Belum ada kebijakan pertanian makro di Indonesia yang
BAB V 167
Catatan Harian Petugas Lapangan