Page 61 - REFORMA AGRARIA EKOLOGIS
P. 61
Ketidakseimbangan hubungan manusia dengan alam sebagai
penyebab krisis ekologi membuka relung-relung kajian
baru mengenai bagaimana hubungan tersebut diperbaiki.
Antropologi ekologi mempelajari interaksi manusia dengan
lingkungannya dalam membentuk kebudayaan suatu
masyarakat, dan sebaliknya pemaknaan dan tindakan
manusia terhadap alam mengubah karakteristik suatu
lingkungan (Moran 2006), sebagai contoh:
1) Ekosistem Jawa yang didominasi oleh gugusan vulkanik
menjadi latar belakang terbentuknya peradaban
pertanian dengan ekosistem sawah, memanfaatkan
unsur hara tersedia dalam aliran air sungai. Ekosistem
sawah merupakan pertanian menetap dan intensif,
sehingga memungkinkan akumulasi hasil panen.
Dampak dari akumulasi ialah peningkatan populasi
karena ketersediaan pangan terjamin.
2) Ekosistem luar Jawa yang tidak didominasi gugusan
vulkanik, melainkan hutan, menjadi latar belakang
terbentuknya peradaban pertanian dengan ekosistem
ladang tadah hujan dan berpindah, memanfaatkan
unsur hara yang tersimpan dalam tubuh vegetasi.
Ekosistem ladang (tadah hujan) berpindah bersifat tidak
menetap sehingga tidak insentif dan akumulasi hasil
panen terbatas. Keterbatasan akumulasi hasil panen
berdampak pada rendahnya tingkat dan jau populasi
karena kecukupan energi dan pangan diperhitungkan
untuk perpindahan.
Catton dan Dunlap memperkenalkan sosiologi lingkungan
sebagai disiplin yang mempertautkan sistem ekologi dengan
sistem sosial—pengetahuan, nilai-nilai, ideologi, komunitas
dan identitas, kelas, teknologi, nutrisi, organisasi sosial,
pola penatatagunaan sumber-sumber agraria, konflik
pemanfaatan SDA, gerakan, dan perubahan sosial (Sumarti
2007). Ekologi politik, yang merupakan perkembangan
dari ekologi budaya dan sosiologi lingkungan (Dharmawan
46 REFORMA AGRARIA EKOLOGIS:
Praktik Penataan Akses Ramah Lingkungan di Desa Panjangrejo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul