Page 19 - Prosiding Agraria
P. 19

4       STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
                    MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

            maupun dalam kerjasama antara keduanya (Imam Koeswahyono dan Diah Pawestri Maharani,
            2022: 3).

                 Banyaknya kasus  tanah  yang  terjadi  setiap hari  mendorong  pemerintah  untuk
            mengambil langkah-langkah dalam menangani masalah pemilik, kontrol, eksploitasi, dan
            penggunaan tanah melalui kebijakan reforma agraria (Rayyan Dimas Sutadi, 2018: 195).Ini

            tentu bertentangan dengan semangat reformasi agraria yang sedang berjalan saat ini dalam
            Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria
            yang  mencabut  Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018  tentang  Reforma Agraria  (RA)

            dan Peraturan Presiden Nomor 88  Tahun 2017  tentang Penyelesaian Penguasaan  Tanah
            dalam Kawasan Hutan (PPTKH). Perpres Nomor 62 memiliki semangat untuk melakukan
            percepatan untuk pemenuhan target dalam hal penyediaan tanah objek reforma agraria dan
            pelaksanaan redistribusi tanah, legalisasi tanah transmigrasi, penyelesaian konflik agraria,
            serta pemberdayaan ekonomi pasca penataan asset Reforma Agraria.


                 Saat ini, reforma agraria di Indonesia sedang dihadapkan pada berbagai hambatan yang
            harus segera diatasi. Isu yang paling penting adalah ketidakseimbangan dalam kepemilikan
            dan  penggunaan  tanah. Mayoritas  tanah masih  dikuasai  oleh  sekelompok kecil  pemilik
            yang menyebabkan ketidaksetaraan  sosial  dan  ekonomi  yang  penting. Ini menyebabkan
            ketegangan terkait pemilikan tanah, terutama di antara masyarakat adat dan petani kecil. Di

            samping itu, seringkali kebijakan yang ada tidak memperhatikan kebutuhan hak atas tanah
            untuk kelompok-kelompok yang rentan, seperti petani kecil dan masyarakat adat. Masalah
            lainnya juga terkait dengan distribusi lahan, kepemilikan, dan hak-hak penggunaan lahan,

            yang memengaruhi masyarakat di pedesaan, petani kecil, dan masyarakat adat (Intan Nevia
            Cahyana, 2024:8075).

                 Kesimpangsiuran aturan dan regulasi di Indonesia menghambat investasi, jadi pemerintah
            perlu menyederhanakan berbagai  peraturan agar  tidak ada  tumpang  tindih, Oleh  karena
            itu, pemerintah telah mengambil langkah dengan membuat omnibus law untuk mengatasi
            permasalahan ini. Pemerintah menggambarkan  pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja

            sebagai inovasi hukum, karena Undang-undang ini  akan  disusun  dengan  pendekatan
            omnibus  law,  yaitu menggabungkan  revisi banyak Undang-undang  sekaligus  dalam  satu
            Undang-Undang Cipta Kerja yang mencakup berbagai sektor (Ari Tri Wibowo dan Yuliani
            Catur Rini, 2022: 531). Disahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

            yang mencakup  regulasi mengenai masalah  pertanahan  agraria. Undang-undang  ini  dan
            peraturan yang terkait dengan pertanahan belum mampu mendukung upaya reformasi agraria
            dan bahkan dapat memperburuk konflik agraria (M. Naufal Al Hadi Kusuma, et.al, 2022:
            88). Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 sebelumnya merupakan Undang-Undang Nomor

            11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kemudian, disusunlah Peraturan Pemerintah Pengganti
            Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai perbaikan dan
            penggantian akibat adanya kekosongan hukum. Munculnya Perppu ini adalah tindak lanjut
            dari Putusan  Mahkamah  Konstitusi  Nomor  91/PUU-  XVII/2020 yang  menetapkan  bahwa
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24