Page 23 - Prosiding Agraria
P. 23

8       STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
                    MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

            1.  Pasal 125-135
                 Pasal tersebut menetapkan mengenai lembaga bank tanah yang merupakan entitas baru

            yang dipimpin oleh pemerintah untuk menangani kebutuhan tanah di Indonesia, termasuk
            untuk tujuan investasi. Badan bank tanah memiliki kewenangan dalam mengelola inventarisasi
            tanah dan memberikan Hak Pengelolaan. Di samping itu, badan bank tanah juga berwenang
            dalam melakukan perencanaan zonasi dan melaksanakan proses pengadaan tanah. Istilah

            zonasi landasannya dianggap tidak adil, bahwa bank tanah telah memperhatikan kebutuhan
            tanah semua orang. Namun, bank tanah dipertanyakan apakah masih memenuhi tugas dan
            fungsinya sebagai lembaga negara karena melakukan penjualan tanah milik negara kepada
            investor demi  kepentingan nasional,  tetapi justru merugikan rakyat dan menguntungkan

            investor. Isi dari UUPA menimbulkan ketakutan bahwa prinsip-prinsip Reforma Agraria tidak
            akan tercapai jika badan bank tanah tetap ada. Diperlukan persiapan yang sangat luar biasa
            ketika sebuah negara ingin mendirikan lembaga perbankan bagi tanah atau sejenisnya. Dari
            aspek filosofis, penting untuk menetapkan tujuan dari pembentukan bank tanah yang jelas.

            Ada kebutuhan akan keseimbangan antara pengadaan tanah untuk kepentingan nasional
            melalui  investasi, dan pengadaan tanah untuk tujuan  Reforma Agraria yang  memberikan
            akses langsung kepada rakyat/petani untuk memanfaatkan tanah negara dengan baik. Hal
            ini bertujuan untuk memastikan bahwa prinsip Reforma Agraria dalam UUPA tetap terjaga

            dan tidak dilanggar.


            2.  Pasal 136

                 Pada bagian ini  terdapat  unsur “Penguatan Perlindungan Hak Pengelolaan”.  Intinya
            disebutkan bahwa HPL merupakan bagian  dari  Hak Menguasai Negara (HMN),  dimana
            sebagian  dari wewenang  pelaksanaannya  diberikan  kepada  pemegang  haknya.  Hak
            pengelolaan tidak diatur secara tegas dalam Prinsip UUPA. Namun, di dalam Undang- Undang

            Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan hukum tanah nasional, terdapat pengakuan atas hak
            kepemilikan tanah dengan tingkat yang berbeda. Hak-hak yang dimaksud terdiri dari Hak
            Bangsa Indonesia sebagai bagian dari  hukum privat dan publik, Hak Penguasaan Negara
            sebagai bagian dari hukum publik, Hak Adat sebagai bagian dari hukum privat dan publik, dan

            hak-hak atas tanah yang bersifat privat. Hak Pengelolaan adalah bagian dari Hak Menguasai
            Negara yang  merupakan bagian dari pemerintahan publik, yang berarti “negara memiliki
            kekuasaan tertinggi untuk mengatur penguasaan, kepemilikan, dan penggunaan tanah di
            Indonesia  agar  dapat memberikan kepastian hukum  dan keadilan bagi  semua  penduduk

            Indonesia”. Ini tidak sesuai dengan prinsip pencabutan kekuasaan kolonial pada masa Hindia
            Belanda. Prinsip tersebut menyatakan bahwa Pemerintah memiliki kedaulatan atas tanah,
            sementara rakyat  tidak memiliki hak atas  tanah kecuali jika mereka dapat membuktikan
            kepemilikan tanah tersebut. Oleh karena itu, Undang-Undang Cipta Kerja tidak mewakili

            kemajuan dalam Reforma Agraria, tetapi sebaliknya merupakan regresi ke sistem kolonial
            yang lebih bersifat kapitalis.
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28