Page 26 - Prosiding Agraria
P. 26

Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Reforma Agraria dalam Penyelesaian   11
                                                                            Pertanahan di Pengadilan Landreform

                  f.  Regulasi  yang  tumpang  tindih  terjadi  pada Undang-Undang Cipta Kerja Bagian
                     Pengadaan  Tanah telah tidak  hanya  menjadi  tambahan  dan  penyempurnaan  dari
                     UUPA, tetapi juga memiliki potensi untuk mengakhiri keberadaan UUPA.

                  Dalam tujuan pembentukan PP Bank Tanah, pemerintah menyertakan reforma agraria
             sebagai salah satu prioritas utama. Namun, adopsi bank tanah sebenarnya akan menghambat

             dan berpotensi menyebabkan  deviasi. Diketahui bahwa  reforma  agrarian  adalah  proses
             untuk merombak atau memperbaiki struktur kepemilikan dan penguasaan tanah yang ada.
             Ketidakseimbangan karena adanya tumpang tindih atau konflik agraria yang terus berlanjut.

             Keberadaan lembaga perbankan tanah sebagai upaya untuk memfasilitasi transaksi jual beli
             tanah. Dengan demikian,  konsekuensi dari  penyimpangan ini adalah bahwa  tanah-tanah
             yang masuk dalam program reforma agraria seperti bekas HGB, HGU, lahan terbengkalai, dan
             tanah negara yang menjadi target agraria akan diakuisisi oleh bank tanah untuk kebutuhan
             pengadaan tanah. Pengembangan fasilitas pendukung, usaha melalui transaksi jual beli dan

             penanaman modal.

                  Menurut Jhon  Austin  dan  Van Kan,  tujuan  utama hukum  adalah  untuk membentuk
             kepastian hukum. Mereka berpandangan bahwa kepastian hukum merupakan fokus utama
             dari hukum. Bagi sebagian orang, hukum hanya ada untuk memastikan kepastian hukum,
             yang dianggap sebagai kepastian undang-undang, padahal sebenarnya masih ada hukum lain

             di luar perundang-undangan, seperti hukum kebiasaan (Achmad Ali, 2015: 284).


             Urgensi Pembentukan Pengadilan Landreform dalam Penyelesaian Konflik Agraria

                  Mengenai konflik agraria, terutama ketika berkaitan dengan tanah, merupakan masalah
             yang sangat rumit karena melibatkan tiga aspek utama, yakni politik, sosial, dan ekonomi.
             Isu agraria ini tidak hanya terjadi secara horizontal tetapi juga vertikal, di mana masyarakat
             seringkali harus berhadapan dengan penguasa. Dengan demikian, terdapat ketidakseimbangan

             persaingan dan menempatkan masyarakat dalam posisi yang tidak menguntungkan (Endah
             Sulatri dan Teguh Triesna Dewa, 2015: 304).

                  Menyelesaikan masalah terkait tanah adalah prioritas utama pemerintah karena penting
             untuk kehidupan masyarakat (Budi  Sastra Panjaitan,  2020:23).  Namun,  dalam hukum
             Indonesia saat ini, penyelesaian kasus pertanahan masih memiliki kelebihan dan kekurangan.

             Sekarang, penyelesaian permasalahan pertanahan  cenderung  lebih  sering  menggunakan
             sistem pengadilan. Sesuai kenyataan, upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut masih
             belum  mencapai  tingkat  keadilan  yang  diharapkan oleh  pihak  yang  merasa dirugikan,
             terutama  terkait pelaksanaan putusan pengadilan.  Selain  itu,  baik penyelesaian di dalam

             maupun di luar ruang pengadilan masih belum mampu mengatasi dengan tepat isu-isu yang
             terkait dengan masalah tanah saat ini (Rindu Audrye Salma Rizqila dan Taupiqqurrahman,
             2024: 91).
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31