Page 25 - Prosiding Agraria
P. 25
10 STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, pembentukan Bank Tanah diatur secara konseptual
dalam Pasal 125-129. Bank Tanah adalah alat untuk mempercepat pembangunan pasar tanah
dan mengubah tanah menjadi barang dagangan. Dampaknya, regulasi mengenai kontrol dan
kepemilikan tanah berpotensi meningkatkan jumlah perselisihan agraria di Indonesia. Setelah
Undang-Undang Cipta Kerja disahkan, masyarakat masih terus memberikan perhatian yang
besar dengan terus mengritiknya. Menyebabkan situasi ini adalah disebabkan oleh banyak
kekurangan dalam undang-undang tersebut, baik dari segi isi maupun proses pembuatannya
(Agus Darmawan, 2020: 23). Beberapa bagian dari Undang-Undang Cipta Kerja dianggap
memiliki potensi untuk menimbulkan masalah baru, termasuk kerusakan lingkungan yang
lebih cepat, penurunan kondisi kerja buruh, penurunan pengawasan hukum, dan konflik
pertanahan (Ilham Dwi Rafiqi, 2021: 151). Ini berlawanan dengan tujuan UUPA yang melihat
lahan bukan hanya sebagai fungsi ekonomi tetapi juga sebagai fungsi sosial.
Penerapan Undang-Undang Cipta Kerja Bab Pengadaan Tanah memiliki dampak negatif,
yaitu (Achmad Miftah Farid, 2022: 138):
a. Dampak bagi masyarakat petani sangat merugikan, karena ekonomi kerakyatan
terganggu terutama bagi para petani yang bekerja keras namun tidak mendapatkan
keuntungan yang layak. Hal ini disebabkan oleh upaya untuk menyederhanakan
regulasi birokrasi yang terlalu rumit, namun sayangnya hal ini hanya menguntungkan
para investor;
b. Dampak dari Reforma Agraria dianggap tidak signifikan bagi masyarakat hukum adat,
terutama dalam hal redistribusi tanah untuk petani dan penguasaan tanah ulayat oleh
perkebunan, dan bahkan dianggap bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945;
c. Memberikan Hak Guna Usaha (HGU) di atas tanah Hak Pengelolaan (HPL) merupakan
pelanggaran terhadap pasal 2 dan pasal 28 Undang-Undang Pokok Agraria, karena
undang-undang tersebut hanya menyatakan bahwa HGU dapat diberikan di atas
tanah negara. Dampaknya terasa di tanah-tanah adat yang terpinggirkan karena lebih
mementingkan pemberian izin Hak Guna Usaha kepada para pengusaha, terutama
para pengusaha perkebunan;
d. Kehadiran badan bank tanah dapat menyebabkan meningkatnya jumlah perselisihan
terkait kepemilikan tanah, oleh karena itu perlu diklarifikasi tujuan dan tujuan
pembentukan badan bank tanah, serta target dari alokasi tanah tersebut. Yang
terpenting, adalah mendahulukan redistribusi lahan untuk melaksanakan program
Reforma Agraria;
e. Perlakuan terhadap fungsi sosial tanah terlihat diabaikan, tidak sesuai dengan yang
diamanatkan oleh pasal 6 UUPA, karena yang diprioritaskan oleh Undang-Undang
Cipta Kerja hanya sebatas fungsi ekonomi;