Page 36 - Prosiding Agraria
P. 36
Penerapan Sistem Adat untuk Reforma Agraria di Sekitar Kawasan Hutan: 21
Studi Kasus Nagari Pagadih, Sumatera Barat
B.1 Informasi Umum Nagari Pagadih
Nagari Pagadih berada di ujung utara Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat yang
berbatasan dengan Nagari Koto Tinggi (Kabupaten Lima Puluh Koto), dan Nagari Limo Koto
(Kabupaten Pasaman). Secara demografi, Nagari Pagadih memiliki penduduk sebanyak 1.990
jiwa dari 524 KK yang tersebar di 5 jorong (kampung/dusun) yaitu Jorong Bateh Gadang,
Jorong Tigo Kampung, Jorong Pagadih Mudiak, Jorong Pagadih Hilia, dan Jorong Banio Baririk.
Mayoritas penduduk Nagari Pagadih adalah petani yang mengelola kebun maupun mengolah
sawah. Saat ini penghasilan terbesar masyarakat adalah kulit manis, padi, serehwangi, gambir
dan pisang. Nagari Pagadih juga kaya akan situs dan potensi wisata seperti Rumah Singgah
Syafrudin Prawiranegara, Makam Wali Parang/ Wali Nagari Pagadih pertama (Syekh Tuanku
Jadid), Surau Tuo, 19 Rumah Gadang, Rumah Singgah M.Natsir, Air Terjun Sarasah Pagadih
Gadang, Goa kapur Bukik Ngalau, dan flora langka Rafflesia tuanmudae.
B.2 Pendekatan Etnografi
Pendekatan etnografi pada penelitian ini mencakup observasi partisipatif (participant
observation) dan wawancara informal. Etnografi difokuskan pada masyarakat adat Nagari
Pagadih sebagai subjek utama, melibatkan elemen pemangku adat, pemerintah Nagari,
pengelola hutan Nagari, dan perwakilan dari setiap jorong. Participant observation diterapkan
sepanjang proses pendampingan yang peneliti lakukan sebagai bagian dari program
pendampingan oleh WRI di Nagari Pagadih dalam rentang waktu hampir 2 tahun (Juli 2022
hingga Mei 2024). Dalam kurun waktu tersebut, sebagian anggota tim peneliti mengadakan
kunjungan lapangan ke Pagadih secara berkala dan sebagian tim lainnya meluangkan waktu
khusus untuk tinggal dan hidup bersama dengan masyarakat dalam durasi yang lama (kurang
lebih satu bulan) berkali-kali. Peneliti mengamati sistem ekonomi, mata pencaharian,
struktur adat, pola kekerabatan, pola pengambilan keputusan hingga interaksi sosial. Setiap
hal yang ditemukan kemudian dicatat untuk kemudian dikonfirmasi kepada banyak informan
hingga data menjadi jenuh untuk membandingkan apakah terdapat perbedaan terma atau
perspektif dari representasi struktur masyarakat (Tigo Tungku Sajarangan) terhadap setiap
objek yang dikaji. Dalam beberapa kesempatan, peneliti melaksanakan wawancara informal
melalui percakapan-percakapan khusus bersama pimpinan pemangku adat (Ketua Kerapatan
Adat Nagari Pagadih), kepala desa (Wali Nagari), dan beberapa orang pengurus inti Lembaga
Pengelola Hutan Nagari (LPHN) dan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di Pagadih.