Page 39 - Prosiding Agraria
P. 39

24      STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
                    MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

            dinamakan “saparuik”. Seluruh anggota dari paruik itu dihitung menurut garis ibu, sedangkan
            para  suami dari  pada  anggota  tersebut  tidaklah  termasuk didalamnya.  Kaum  merupakan
            kumpulan anggota keluarga yang berasal dari satu keturunan dari pihak ibu dalam suku yang

            sama. Di Nagari Pagadih, biasanya tiap kaum memiliki rumah gadangnya masing-masing dan
            memiliki tanah pusako yang memiliki batas-batas alam atau penanda yang dikenal sebagai
            “Lantak pasumpadan”. Suku ialah unit masyarakat adat Minangkabau yang digunaka sebagai
            penanda atau pembeda dari kelompok yang lain, dimana suku diperoleh dari garis perempuan
            (ibu), merupakan unit utama dari struktur sosial Minangkabau, dan seorang tidak dapat di

            pandang sebagai seorang Minangkabau kalau dia tidak mempunyai suku. Nagari ialah bentuk
            kesatuan  sosial  tradisional  dalam masyarakat minangkabau  atau  gabungan banyak kaum
            dan telah memenuhi persyaratan untuk menjadi nagari, Menurut adat nagari, syarat untuk

            membentuk nagari ialah “Ba ampek suku, Ba balai, Ba musajik, Ba tapian tampek mandi”
            dimana sebuah nagari harus terdiri dari minimal empat suku, memiliki balai pertemuan,
            memiliki tempat ibadah dan memiliki tempat mandi. Singkatnya, himpunan paruik disebut
            kaum, himpunan kaum disebut suku. Masyarakat yang berasal daripada empat suku akan
            membentuk Nagari atau federasi genealogis.


                 Dalam sistem adat Minangkabau, agraria atau pertanahan termasuk sebagai aset. Terdapat
            dua skema penguasaan, pengelolaan dan peruntukan aset yang dikenal sebagai Pusako Tinggi
            dan Pusako Rendah. Pusako tinggi merupakan aset turun temurun yang diwariskan kepada
            pihak  perempuan  dengan hak  pakai  dan  atau hak kelola  sepanjang  sepersetujuan ninik
            mamak  dan  anak kemenakan (kerabat-kerabat  dan keturunan)  dalam kaum. Sedangkan

            pusako rendah merupakan hasil pencaharian orang tua yang pada prinsipnya dapat diwariskan
            ke  keturunan  (laki-laki  dan  perempuan)  sesuai dengan  syariat  Islam dan  bahkan dapat
            diperjual belikan. Secara historis, rapat empat jenis yang bertugas menjaga keamanan dan

            keselamatan alam  Minangkabau;  Pangulu (penghulu) dari setiap kaum persukuan, Manti
            (mentri), kalangan intelektual (cerdik pandai), Malin (mu’alim), kalangan pemuka agama
            atau alim ulama, dan Dubalang (hulubalang), dilaksanakan pada tanggal 2 sampai 4 Mei
            1953 di Bukittinggi (Luak Agam) dan dihadiri oleh Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Dt.
            Indomo), H. Mansur (Dt.Palimo Kajo), dan cerdik pandai yang terkenal, H. Agus Salim. Rapat

            tersebut memutuskan beberapa hal; Pertama, harta pusaka (Pusako Tinggi) ialah harta yang
            didapatkan turun temurun dari nenek moyang menurut garis keturunan ibu dan diturunkan
            sepanjang adat. Kedua, harta pencaharian atau yang menurut adat disebut pusako rendah

            diturunkan menurut peraturan syara’ (Hamka, 2021).
                 Dalam arti sempit, tanah pusako kaum dalam konsep kepemilikan ialah harta kekayaan

            yang tergolong pusaka tinggi yang mempunyai kekuatan berlaku ke dalam maupun keluar,
            dapat dimanfaatkan oleh anggota kerabatnya ataupun selain kerabatnya dengan pemberian
            berupa “adat diisi limbago dituang” dengan asas utama tanah ulayat tidak dapat dijual dan

            digadai,  kecuali dengan  persetujuan  seluruh  anggota  kaum  dalam  keadaan  tertentu  dan
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44