Page 191 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 191
mendekati tujuannya? Bobot dan sifat kedua parameter ini
jauh berbeda: formalitas atau substansial.
Sepanjang periode 2021-2023, pelaksanaan lapangan Penataan
Akses di Kabupaten Bantul keluar dari tradisi linearitas,
bukan berarti mengabaikan tahapan dan pencapaiannya,
namun FS memutuskan untuk menjaga jarak dengan
tradisi birokrasi yang tidak berdampak dan membebani
kerja-kerja rekayasa sosial. Pilihan bekerja secara paralel di
lapangan kami lakukan karena perubahan yang lebih baik
sering membutuhkan keberanian untuk berakrobat. Situasi
yang dibentuk oleh kultur birokrasi ini memosisikan kami
jadi ‘andi lau’ (antara dilema dan galau): jika kami (FS)
bekerja dengan benar dan berhasil baik, maka kinerja kami
“melanggar” aturan; dan jika kami mematuhi aturan, maka
kinerja kami gagal dan tidak benar. Ketika faktanya demikian,
apakah Petunjuk Teknis masih layak diacu sebagai standar
kebenaran sebagaimana klaimnya dalam Mitigasi Risiko?
Petunjuk Teknis ini tidak berarti salah sama sekali, ia hanya
kurang lentur dan meleset dalam membaca situasi lapangan,
apalagi konteksnya Indonesia kontemporer.
Tentu saja pola paralel justru haram hukumnya (terlarang)
dilakukan dalam menyusun regulasi dan instrumen
lapangan. Kuesioner tidak boleh disusun bersamaan apalagi
mendahului Petunjuk Teknis. Petunjuk Teknis tidak boleh
dirumuskan sebelum atau bersamaan dengan sumbernya,
yaitu peraturan pelaksanaan di tingkat Kementerian.
Ketidaksesuaian antara hal-hal yang hendak diperoleh
dalam kuesioner dan ketentuan-ketentuan dalam Petunjuk
Teknis dengan maksud dan tujuan Peraturan Perundangan
di atasnya boleh jadi bersumber dari pola kerja paralel ini
atau minimnya kapasitas penyusun instrumen lapangan
dalam memahami kompleksitas persoalan Penataan Akses
sebagai bagian dari Reforma Agraria.
176 REFORMA AGRARIAN INKLUSIF:
Praktik Penataan Akses Rumah Gender dan Disabilitas
di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul