Page 194 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 194
bisa menyiapkan strategi agar Penataan Akses berpeluang
berumur panjang. Artinya, model dan bentuk pogram harus
menjamin SRA mampu melakukan dan melanjutkannya
sendiri pascaprogram usai. Upaya agar Penataan Akses
berkelanjutan secara mandiri ini yang masih absen dalam
instrumen pelaksanaan, saat ini upaya untuk merekayasa
agar Penataan Akses berkelanjutan sangat tergantung dari
dedikasi, kepekaan dan kreatifitas FS.
Serapan anggaran sering digunakan sebagi parameter
keberhasilan di lingkungan birokrasi, jika serapan anggaran
mendekati 100 % maka dianggap berhasil, asumsinya anggaran
tersebut terpakai untuk membiayai kegiatan, namun tidak
pernah diperiksa sejauh mana serapan anggaran berdampak
terhadap target yang hendak dicapai? Serapan anggaran yang
tinggi tidak serta merta membawa kemanfaatan, berdampak
kemandirian SRA, bahkan keberlanjutan program. “Habis, ya
habis saja”. Maka tidak mengherankan mengapa pengeluaran
terbanyak justru pada hal-hal yang berbiaya mahal dan tak
berdampak seperti akomodasi rapat di hotel mewah, fee
konsultan, dan kunjungan kerja, daripada pembiayaan pada
program pendampingan di lapangan, karena pendampingan
di lapangan tidak segera menerbitkan bukti pengeluaran
yang besar dalam waktu singkat. Sebuah satir, di tengah
serapan anggaran yang semakin tinggi itu, apresiasi terhadap
ujung tombak Penataan Akses di lapangan justru semakin
rendah.
2) Kelembagaan: Integrasi PARA dengan GTRA
Periodisasi Penataan Akses di bawah Direktorat Pemberdayaan
Tanah Masyarakat mempunyai nilai lebih karena ada upaya
menyesuaikan proses dengan kebutuhan lapangan, yaitu pembedaan
target antara RO I: Pemodelan (nilai plus jika disertai Pendampingan);
RO II: Kelembagaan dan RO III: Pemasaran.
Nilai lebih itu tampaknya masih terhambat untuk diwujudkan
secara sangkil (effective) dan mangkus (efficient) karena format
BAB IV 179
Evaluasi dan Rekomendasi Penataan Akses