Page 196 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 196
kepekaannya terarah untuk mendeteksi kerentanan itu.
Pemberdayaan tidak menyasar pada mereka yang sudah
mapan, sudah kuat, dan sudah berkembang karena
pemberdayaan bukan klaim atas kerja orang lain sebagai
keberhasilannya, hanya karena suatu pihak diikutsertakan
dalam program pemberdayaan.
Kecenderungan untuk memilih lokasi Penataan Akses
yang nyaman, masyarakat yang tidak bermasalah agraria,
serta jenis usaha yang sudah berkembang dimotivasi dari
keengganan melakukan pemberdayaan. Lebih-lebih,
keterbatasan kewenangan, waktu dan anggaran bisa menjadi
dalih yang sempurna untuk bekerja tidak maksimal.
Kecenderungan itu disadari atau tidak disadari terbentuk
dari paradigma Kementerian Keuangan yang menjadi pucuk
otoritas pelaksana dari Reforma Agraria (bukan pelaksana
harian atau Kementerian ATR BPN) yang berorientasi
menciptakan pertumbuhan instan. Bukti paling sederhana
dari hal ini ialah parameter keberhasilan Penataan Ases
ialah tunggal: kenaikan pendapatan dalam waktu sesingkat-
singkatnya, tidak peduli situasi masyarakat beragam, terdapat
dinamika sosial budaya di lapangan, dan ketimpangan
menjadi faktor penghambat pertumbuhan yang merata.
Mekanisme penyelesaian ketimpangan ini tidak disediakan
dalam Petunjuk Teknis, meski diamanatkan oleh Perpres No
86 Tahun 2018. Terlebih, Perpres No 62 Tahun 2023 sebagai
pengganti Perpres No 86 Tahun 2018 justru menghilangkan 7
tujuan Reforma Agraria.
Menurut kami, pertanyaan-pertanyaan ini bisa menjadi alat
ukur untuk keberdayaan SRA dalam Penataan Akses:
1) Apa saja skill yang sudah dibekalkan kepada SRA untuk
mengembangkan usahanya?
2) Berapa skill yang sudah dikuasai SRA untuk
mengembangkan usahanya?
3) Apa saja output dari skill yang telah dikuasai SRA?
BAB IV 181
Evaluasi dan Rekomendasi Penataan Akses