Page 48 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 48

atas admininstrasi pertanahan. Sertipikasi tanah yang dibiayai Bank
            Dunia (LMPDP dan RALAS) merupakan contoh nyata di lapangan,
            bagaimana  aset-aset  tidur kaum  tak berpunya ini  dibangunkan
            sekaligus  dibayang-bayangi  kepastian  hak untuk pertumbuhan
            ekonomi  dan kapitalisasi  tanah—dua hal ini  berkontribusi  positif
            terhadap pelepasan lahan berskala kecil (kurang dari 0,5 ha) karena
            pemilik tanah hidup dalam struktur ekonomi yang timpang.

                Data ketimpangan  tanah  dan keberadaan  regulasi  Landreform
            sekalipun menunjukkan bahwa Reforma  Agraria  tidak  cukup
            dengan  redistribusi  tanah  (bagi-bagi tanah  untuk  dimiliki tuna
            kisma/kaum tak  bertanah).  Tanpa  optimalisasi  pemanfaatan tanah
            untuk  meningkatkan pendapatan,  tidak  ada  jaminan redistribusi
            tanah dapat mengurangi ketimpangan ekonomi. Dengan demikian,
            redistribusi dan legalisasi tanah (Penataan Aset/Asset Reform) semata
            tidak menjamin penguatan ekonomi berbasis tanah obyek landreform
            tersebut.  Intervensi pemerintah untuk  mencegah pelepasan  tanah
            oleh pemiliknya hadir dalam Penataan Akses (Access Reform).
                Menurut penulis, mengacu pada (1) definisi legalisasi aset sebagai
            kegiatan  pendaftaran  tanah  pertama kali dan  pemeliharaan data
            dalam rangka Reforma Agraria dan (2) definisi TORA sebagai tanah
            yang dikuasai oleh  negara dan/atau tanah yang telah dimiliki oleh
            masyarakat  untuk  diredistribusi atau  dilegalisasi,  maka praktik
            Penataan Aset yang diiringi dengan Penataan Akses terhadap tanah-
            tanah yang telah bersertipikat (hal ini menjadi syarat wajib dalam
            kelengkapan data dan  poin  isian dalam  kuesioner  sejak  Penataan
            Akses 2021)  tidak dapat dikatakan  sebagai  Landreform,  terlebih
            diklaim sebagai Reforma Agraria, karena tidak menyasar pada tanah-
            tanah yang belum dibebani hak. Akibatnya, Reforma Agraria menjadi
            kegiatan simbolik belaka.
            c.  Apa itu Penataan Akses?
                Studi Chrysantini (2007) tentang redistribusi tanah di Jawa kepada
            petani kecil dan petani tuna kisma penerima objek redistribusi justru
            menunjukkan terjadinya eksklusi (keterusiran) penerima redistribusi
            tanah dari tanah yang diterimanya karena para elit dan tuan tanah


                                                                 BAB II   33
                      Reforma Agraria Inklusif: Upaya Mempertemukan Reforma Agraria dan GEDSI
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53