Page 98 - PELAYANAN TATA RUANG DAN PERTANAHAN DALAM MEMBANGKITKAN IKLEM PEREKONOMIAN
P. 98
Paradigma Masyarakat Terhadap BPN
Menurut Menteri ATR/BPN dikutip dari kominfo.go.id, Bapak
Sofyan A. Djalil mengatakan bahwa semua tanah harus dilegalisasi,
tetapi ada yang menjadi prioritas, salah satunya tanah masyarakat
umum. Sebagai informasi, Kementerian ATR/BPN mencatat kasus
sengketa tanah antar masyarakat sebagai penyumbang angka
sengketa terbesar dengan 56 persen dari 8959 kasus yang terjadi.
Agar tidak menjadi problem sosial berkepanjangan, percepatan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pun dilakukan.
Sejak terbitnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016, prioritas pekerjaan
Kementerian ATR/BPN beralih dari program prioritas legalisasi
aset ke arah pendaftaran tanah lengkap. Kegiatan pendaftaran
dilakukan terhadap semua obyek pendaftaran tanah yang belum
terdaftar dengan melakukan pengumpulan data fisik dan data
yuridis (Jannah, 2019). Salah satu tujuan dari pelaksanaan kegiatan
ini, sebagaimana tertera pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 yakni memberikan kepastian dan perlindungan
hukum kepada masyarakat sebagai pemegang hak atas suatu
bidang tanah dalam bentuk sertifikat. Setelah penyerahan
sertifikat hak atas tanah, sebaiknya pemerintah tetap menyertakan
sosialisasi kepada masyarakat berkaitan informasi serta hal-
hal terkait pemeliharaan tanah di BPN. Hal ini bertujuan untuk
memperbaiki citra instansi pemerintah di pandangan masyarakat
yang muncul karena adanya paradigma negatif di lingkungan
masyarakat, seperti birokrasi yang berbelit-belit.
Saat ini, mayoritas masyarakat dalam hal pemeliharaan dan
pengembangan tanah lebih mengandalkan pihak ketiga yakni
dengan bantuan notaris, atau lebih parah sengaja memakai
bantuan para mafia tanah (calo). Masyarakat masih memiliki
anggapan bahwa pengurusan tanah melalui BPN itu berbelit dan
Keterbukaan Informasi Publik 79
sebagai Bentuk Kemudahan Pelayanan Pertanahan