Page 578 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 578

Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria 2006-2007

               dilakukan di STPN. Framework studi dimaksud difokuskan
               pada isu kebijakan mengenai “penanggulangan kemiskinan
               melalui pelaksanaan reforma agraria ala Indonesia” di mana
               unit kabupaten dijadikan sebagai lokus pelaksanaannya.
               Dalam framework ini kegiatan riset kolaboratif akan meru-
               pakan satu tahapan menuju proses formulasi dan imple-
               mentasi kebijakan pembaruan agraria di daerah.
                   Meskipun framework ini sendiri masih akan terus disem-
               purnakan lagi, namun setidaknya ada tiga hal yang dapat
               dijadikan sebagai pilar utama untuk membangun framework
               studi kolaboratif ini, yaitu pilar pengkajian, pilar kebijakan
               asset reform, dan pilar kebijakan access reform. Tiga pilar ini
               merupakan tahapan dalam arti logis (bukan dalam penger-
               tian kronologis), dan karenanya dalam pelaksanaannya
               ketiganya bisa berlangsung secara dialektis dan simultan.
                   Pilar pengkajian sendiri mencakup dua komponen studi,
               yaitu studi studi kemiskinan dan studi kerentanan tenurial
               (tenurial insecurity assessment). Studi pertama dibayangkan
               dapat dilaksanakan dengan Pemda sebagai bagian dari ren-
               cana pembangunan di tingkat kabupaten, khususnya pro-
               gram pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan
               kerja. Sedangkan studi kedua mengandung dua fokus kajian:
               pertama, studi identifikasi struktur P4T (pemilikan, pengu-
               asaan, pemanfaatan dan penggunaan tanah) yang dibayang-
               kan dapat dilaksanakan dengan Kantor Pertanahan BPN-
               RI; dan kedua, studi mengenai rezim tenurial dan pengu-
               asaan sumberdaya agraria yang ada di masyarakat yang
               dibayangkan dapat dilaksanakan dengan LSM atau pergu-
               ruan tinggi di daerah. Output dari kegiatan pengkajian inilah
               yang bakal melandasi formulasi dan implementasi kebijakan

                                                                  531
   573   574   575   576   577   578   579   580   581   582   583