Page 841 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 841
M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)
Ada dua kritik utama Ladejinsky (dalam Wiradi 2006): Per-
tama, antara gagasan dan tindakan pelaksanaan landreform
tidak konsisten. Gagasannya revolusioner, tetapi pelemba-
gaan pelaksanaannya rumit. Birokrasi berbelit-belit dan data
tidak akurat sehingga di lapangan pelaksanaan redistribusi
menjadi sulit dan terhambat. Kedua, model redistribusinya
tidak sesuai dengan kondisi obyektif yang ada. Batasan
kepemilikan minimum 2 ha yang diberlakukan secara
menyeluruh menurut Ladejinsky tidaklah realistis. Juga tidak
jelas siapa dan berapa jumlah orang yang berhak menerima
redistribusi tanah (potential beneficiaries), dan berapa yang
diperkirakan akan menjadi penerima nyata (real beneficia-
ries)? Juga tanah-tanah apa saja yang akan menjadi objek
landreform?
Prosterman dan Mitchell (2002) menyoroti capaian
pelaksanaan program redistribusi di Indonesia yang menurut
mereka sangat terbatas. Selama periode 1960-2000, peme-
rintah ternyata hanya dapat membagikan tanah di bawah
program redistribusi seluas 850.128 ha saja, yang dari jum-
3
lah itu sebesar 339.227 ha berada di Jawa. Jumlah ini hanya
mencerminkan 3% tanah pertanian di Indonesia dan 6% di
Jawa menurut luasan tanah pertanian pada tahun 1960an
(lihat Tabel 1).
3 Seperti diuraikan di bawah, angka yang dikemukakan Prosterman
dan Mitchell ini terbatas pada capaian landreform yang berupa
redistribusi tanah dari tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee,
dan belum memasukkan pembagian tanah negara secara langsung melalui
program-program seperti transmigrasi, PIR, PIR-Trans dan sebagainya.
794

