Page 903 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 903

M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)

            salah satu kelompok bisnis terkuat negeri ini dalam strategi
            usaha kelompoknya menempatkan perkebunan sebagai
            tulang punggung bisnis strategisnya. Selain itu, Uni Eropa
            pun melirik Indonesia tetap sebagai sumber produksi bahan
            bakar nabati (biofuel) dengan asumsi luasnya lahan di
            kepulauan.
                Ya, energi nabati menjadi primadona saat ini. Lebih gila
            lagi, Junta Militer di Myanmar bahkan menetapkan hu-
            kuman mati bagi warganegaranya yang menolak menanam
            jarak (jathropa sp), bahan baku bahan bakar nabati.
                Mengundang investasi bukanlah hal gampang. Setiap
            investasi menginginkan modalnya mulus bekerja termasuk
            dalam soal-soal pembebasan lahan. Negeri pemburu rente
            seperti Indonesia perlu memutar otak agar sekelompok or-
            ang masih bisa mengutip dari produksi ekonomi skala besar
            yang masih ditunggu-tunggu.
                Mengembangkan perkebunan lewat inisiatif swasta
            bukanlah hal mudah. Perlu keberanian dan kenekatan luar
            biasa untuk mampu mendorong orang mau menjual tanah-
            nya. Hingga saat ini hanya perusahaan tambang yang lewat
            rekayasa teknisnya mampu mengusir orang tanpa kekerasan
            dan tanpa bayaran. Perusahaan tambang mampu meng-
            hancurkan tata air tanah atau meracuni air dan udara hingga
            orang pergi dari lahannya dengan biaya murah atau tanpa
            bayaran sama sekali.
                Tetapi perkebunan tidak memiliki daya rusak secepat
            pertambangan. Lantas apa yang perlu dilakukan?
                Sebetulnya sama dengan yang dilakukan oleh Admi-
            nistrasi Hindia Belanda sebelum kapitalisme berkembang
            lewat perkebunan-perkebunan swasta. Tanam paksa! Ya itu

            856
   898   899   900   901   902   903   904   905   906   907   908