Page 14 - MODUL SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
P. 14

URAIAN MATERI

                     A. Pengertian Ijmak

                           Ijmak secara etimologi berasal dari kata ajma’a - yujmi’u - ijma’an dengan isim
                     maf’ul mujma yang memiliki dua makna. Pertama, ijmak bermakna tekad yang kuat.
                     Oleh karena itu, jika dikatakan “ajma’a fulan ‘ala safar”, berarti bila ia telah bertekad
                     kuat untuk bepergian dan telah menguatkan niatnya, sebagaimana firman Allah swt.:
                                                                                                    ِ
                                                                                              ر
                                                                                         ر
                                                                                           مكءاكشو مكمَأ اوعجَْ أف
                                                                                              ُ
                                                                                                    م َ
                                                                                      ُ َ ُ
                                                                                                م ُ
                                                                                     م َ َ َ م َ
                           Karena  itu  bulatkanlah  keputusanmu  dan  (kumpulkanlah)  sekutu-sekutumu
                           (untuk membinasakanku). (QS Yunus/10: 71).
                     Kedua,  ijmak  bermakna  sepakat.  Jika  dikatakan  “ajma’  al-muslimun  ‘ala  kadza”,
                     berarti mereka sepakat terhadap suatu perkara.
                           Para  ulama  berbeda  pendapat  dalam  menetapkan  makna  ijmak  menurut  arti
                     istilah. Ini dikarenakan perbedaan mereka dalam meletakkan kaidah dan syarat ijmak.
                     Namun, definisi ijmak yang paling banyak digunakan adalah kesepakatan para ulama
                     ahli ijtihad dari kalangan umat Muhammad setelah wafatnya beliau saw. pada masa
                     tertentu atas suatu perkara agama.
                           Hal itu pernah dilakukan oleh Abu Bakar. Apabila ditemukan suatu perselisihan,
                     pertama ia merujuk kepada kitab Allah, Jika tidak ditemui dalam kitab Allah dan ia
                     mengetahui masalah itu dari Rasul saw., ia pun berhukum dengan sunah Rasul. Jika ia
                     ragu mendapati dalam sunah Rasul saw., ia kumpulkan para sahabat dan ia lakukan
                     musyawarah untuk menemukan solusi atas suatu masalah dan menetapkan hukumnya.
                           Jadi, obyek ijmak ialah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ada dasarnya
                     dalam al-Qur’an dan hadis, peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadah
                     ghairu mahdhah (ibadat yanng tidak langsung ditujukan kepada Allah swt.) bidang
                     muamalah,  bidang  kemasyarakatan,  atau  semua  hal-hal  yang  berhubungan  dengan
                     urusan duniawi, tetapi tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an dan hadis. Dasarnya adalah
                     firman Allah swt.
                            ِ
                                                                              ِ
                                                       ْ ُ ِ
                                       ٍ
                                                                                        ِ
                                ا
                                                  ا
                     ِلوسرلاو  ه للّا لَا ُهوُد   راف ء ا شَ  ِ فِ  ُتُْعازاانت نااف كُنم ِرْمَلأا  ِ لِوُأو الوسرلا ْاوُعيطَأو اه للّا ْاوُعيطَأ ْاوُنام أ  ا نيِ ذ    اُيَّأ  ا يَ
                                                                                                لَّا ا
                                              ْ
                                     ُ ْ
                                                                       ُ ذ
                                                                                ا
                        ُ ذ ا
                                                                  ْ ا
                                 ِ                   ِ
                                                                                     ْ ِ
                                                                                               ِ
                                                                                                    ُ
                                                                               ِ
                                                              اليِوْأات  ُ نسْحَأو ٌ ْ يْاخ  ا ِ لِاذ ِرخ لأا مويلاو  ه للّ ِ بِ  ا نوُنمْؤُت  ُتُنك نا
                                                                                                  ْ
                                                                                   ِ ْ ا ا
                                                                  ا ا
                                                                                                       ِ
                           Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
                           amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
                           maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunah), jika kamu
                           benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
                           utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS al-Nisa/4: 59).
                           Kata ulil amri yang terdapat pada ayat di atas mempunyai arti hal/keadaan atau
                     urusan yang bersifat umum meliputi urusan dunia dan urusan agama. Ulil amri dalam
                     urusan  dunia  ialah  raja,  kepala  negara,  pemimpin  atau  penguasa,  sedang  ulil  amri
                     dalam urusan agama ialah para mujtahid. Dari ayat di atas dipahami bahwa jika para
                                                                                                      2
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19