Page 19 - MODUL PEMBUNUHAN
P. 19
kepada pelakunya pada masa Rasul dan sahabat adalah laki-laki yang berperilaku
perempuan (waria), pemalsu al-Qur'an, dan pemalsu stempel baitul mal.
Tempat pengasingan munurut Imam Malik adalah dari negara muslim ke negara
non muslim. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa jarak tempat pembuangan
adalah jarak perjalanan qasar atau bahkan lebih. Berbeda dengan pendapat itu, Imam
Abu Hanifah menyamakannya dengan penjara.
Lama masa pengasingan juga tidak disepakati oleh fukaha. Abu Hanifah ber-
pendapat bahwa lama penahanan adalah satu tahun sedangkan Imam Malik lebih dari
satu tahun. Adapun sebahagian ulama mazhab Syafi'iyah dan Hanabilah membatasi
masa pengasingan tidak boleh lebih dari setahun, sedangkan yang lain membolehkan
lebih dari setahun bila pengasingan itu diperuntukkan bagi sanksi jarimah takzir.
Penerapan sanksi pengasingan pada masa sekarang ini tampaknya sudah tidak
efektif, kecuali kalau pengasingan itu ke tempat terisolasi seperti Pulau Nusakambang-
an dengan pengawasan yang sangat ketat. Jika ia diasingkan ke kota lain, ada
kemungkinan bahwa ia akan mengulangi perbuatannya karena akan merasa tidak ada
yang mengenalnya. Dengan demikian, tujuan pengasingan itu tidak akan tercapai.
3. Sanksi Takzir yang Berkaitan dengan Harta
Sanksi jarimah takzir yang berkaitan dengan harta diperselisihkan oleh fukaha.
Pendapat pertama membolehkan sanksi jarimah takzir berupa harta. Pendapat ini
dianut oleh Imam Malik, Imam Ahmad, dan pendapat lama Imam Syafi’i, sedangkan
Imam Abu Hanifah, Muhammad bin al-Husain, dan pendapat baru Imam al-Syafi’i
tidak membolehkannya.
Ibnu al-Qayyim mengutip pendapat Ibnu Taimiyah yang mengemukakan bahwa
sanksi takzir berupa harta ada tiga macam, yaitu: menghancurkannya (itlaf), meng-
ubahnya (tagyir), dan memilikinya (tamlik). Takzir berupa penghancuran dikenakan
kepada pelaku jarimah seperti tempat khamar, patung, menumpahkan susu yang
dicampur dengan air, dan sebagainya. Takzir dengan tagyir seperti patung dipotong-
potong lalu dijadikan sebagai batu penyangga, atau kepalanya dipotong sehingga
menjadi seperti pohon. Adapun takzir dengan tamlik, seperti melipatgandakan sanksi
bagi pencuri buah dari buah yang dicurinya. Sanksi bentuk ketiga ini dapat disebut
sebagai denda.
Selain denda, sanksi terkait harta juga bisa berupa perampasan meskipun
sebagian fukaha tidak membolehkan bila harta yang dimiliki oleh orang muslim itu
mendapatkannya halal. Akan tetapi, jumhur fukaha membolehkannya dengan alasan
bila harta itu tidak dihasilkan dengan halal, atau harta itu tidak digunakan sesuai
dengan fungsinya, dan penggunaan harta itu mengganggu orang lain. Bila ketentuan-
ketentuan harta itu tidak termasuk di dalamnya, tidak diperkenankan untuk dilakukan
perampasan.
4. Sanksi Takzir yang Ditentukan oleh Pemerintah Demi Kemaslahatan Umum
Sanksi jarimah takzir yang dapat digunakan oleh pemerintah atau hakim untuk
mewujudkan kemaslahatan umum selain sanksi yang telah disebutkan sangat banyak.
Di antara sanksi yang lain itu adalah peringatan keras, dihadirkan di hadapan sidang,
nasihat, celaan, pengucilan, pemecatan, mengumumkan kesalahan secara terbuka, dan
9