Page 21 - MODUL JUAL BELI
P. 21

membatasi  akad  istishna'  pada  barang-barang  yang  oleh  masyarakat  biasa  dipesan
                     dengan skema istishna' saja.
                        4. Hakikat Akad Istishna'
                           Ulama  mazhab  Hanafi  berbeda  pendapat  tentang  hakekat  akad  istishna'  ini.
                     Sebagian menganggapnya sebagai akad jual beli barang yang disertai dengan syarat
                     pengolahan  barang  yang  dibeli,  atau  gabungan  dari  akad  salam  dan  jual-beli  jasa
                     (ijarah). Sebagian lainnya menganggap sebagai 2 akad, yaitu akad ijarah dan akad jual
                     beli. Pada awal akad istishna', akadnya adalah akad ijarah (jual jasa). Setelah barang
                     jadi  dan  pihak  kedua  selesai  dari  pekerjaan  memproduksi  barang  yang  dipesan,
                     akadnya berubah menjadi akad jual beli.
                           Tampaknya pendapat pertama lebih selaras dengan fakta akad istishna' karena
                     pihak 1 yaitu pemesan dan pihak 2 yaitu produsen hanya melakukan sekali akad. Pada
                     akad  itu,  pemesan  menyatakan  kesiapannya  membeli  barang-barang  yang  dimiliki
                     oleh produsen dengan syarat ia mengolahnya terlebih dahulu menjadi barang olahan
                     yang diingikan oleh pemesan.
                        5. Apakah Istishna' Akad Yang Mengikat?
                           Imam Abu Hanifah dan kebanyakan pengikutnya menggolongkan akad istishna'
                     ke  dalam  jenis  akad  yang  tidak  mengikat.  Dengan  demikian,  sebelum  barang
                     diserahkan, keduanya berhak untuk mengundurkan diri dari akad istishna'. Produsen
                     berhak menjual barang hasil produksinya kepada orang lain, sebagaimana pemesan
                     berhak untuk membatalkan pesanannya.
                           Berbeda dengan pandangan tersebut, Abu Yusuf, murid Abu Hanifah mengang-
                     gap akad istishna' sebagai  akad yang mengikat.  Dengan demikian, bila telah jatuh
                     tempo penyerahan barang dan produsen berhasil membuatkan barang sesuai dengan
                     pesanan, maka tidak ada hak bagi pemesan untuk mengundurkan diri dari pesanannya.
                     Sebagaimana produsen tidak berhak untuk menjual hasil produksinya kepada orang
                     lain.

                     D. Bai’ bi Tsaman ‘Ajil

                        1. Pengertian Bai’ bi Tsaman ‘Ajil
                           Bai` bi tsaman ‘ajil dapat dikatakan sebagai istilah baru dalam literatur fikih
                     Islam, walaupun secara aplikatif telah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu. Secara
                     harfiyah, bai`maknanya adalah jual beli atau transaksi. Tsaman maknanya harga dan
                     ajil maknanya bertempo atau tidak tunai.
                           Bai` bi al-tsaman ajil dapat dikatakan sebagai jual beli yang uangnya diberikan
                     secara bertahap atau belakangan/ditangguhkan. Artinya, harga barang bisa berbeda
                     ketika  barang  tersebut  dibeli  secara  tunai.  Contohnya,  jika  HP  dibeli  secara  tunai
                     seharga 2,5 juta, maka karena ditangguhkan harganya, bisa berharga 3 juta. Artinya,
                     harga tersebut bisa menyesuaikan dengan naik-turunnya harga.
                           Bagaimana menentukan halal dan haramnya harga dalam bai` bi al-tsaman ajil?
                     Dalam  transaksi  ini,  ketika  harga  dan  barang  telah  disepakati  sejak  awal,  maka
                     akadnya halal. Akan tetapi, jika harga mark-up tidak ditentukan sejak pertama kali






                                                                                                     11
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26