Page 18 - MODUL JUAL BELI
P. 18

c. Batas Penyerahan Barang
                           Ada  beberapa  pendapat  tentang  penyerahan  barang  ini.  Mazhab  Hanafiyah
                     mensyaratkan minimal setengah hari dan tidak boleh kurang; Ibnu Hakam    membo-
                     lehkan satu hari; Ibnu Wahab mensyarakatkan minimal penyerahan barang 2 atau 3
                     hari sejak akad; dan ulama lain mensyaratkan batasnya cuma 3 hari.
                     d. Harus Jelas Waktu Penyerahan
                           Penjual dan pembeli harus memperjelas penyerahan barang (jatuh tempo). Jatuh
                     tempo di sini, harus jelas, tanggal bulan, tahun, atau jumlah hari atau minggu sesuai
                     akad antara penual dan pembeli. Rasulullah saw. bersabda:

                                                                                             مولعم لجأ لَإ

                           Hingga waktu (jatuh tempo) yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula."
                           (Muttafaqun 'alaih)

                     e. Barang Memungkinkan untuk Diserahkan pada Waktunya
                           Penjual  dan  pembeli  harus  memperhitungkan  ketersediaan  barang  pada  saat
                     jatuh tempo, demi terhindar dari tipu-menipu atau mengambil  keuntungan sebelah
                     pihak.  Orang  tidak  boleh  memesan  barang  yang  sifatnya  untung-untungan,  seperti
                     memesan buah musiman. Nabi saw. bersabda:
                                                                                            ج
                                                                                              َ
                                                                                                   َ َ
                                                                                           رارض لاو ررض لا
                                                                                          َ َ
                                                                                                َ ََ
                           Tidak  ada  kemadharatan  atau  pembalasan  kemadhorotan  dengan  yang  lebih
                           besar dari perbuatan. (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al-
                           Albany).
                     f. Tempat Penyerahan Barang Harus Jelas
                           Seorang penjual diperbolehkan mendatangkan barang dari mana saja. Hal ini
                     demi memudahkan penjual, karena bisa jadi penjual tidak bisa mendatangkan barang
                     dari ladangnya sendiri, sehingga ia harus membeli dari orang lain.


                     C. Istishna’
                        1.  Pengertian Istishna’
                           Istishna'  adalah  bentuk  ism  mashdar  dari  kata  dasar  istashna'a-yastashni'u.
                     Artinya meminta orang lain untuk membuatkan sesuatu untuknya. Misalnya, orang
                     mengatakan  istashna'a  fulan  baitan,  kita  meminta  orang  lain  untuk  membuatkan
                     rumah.
                           Menurut sebagian ulama Mazhab Hanafiyah, istishna’ dapat diartikan sebagai
                     sebuah akad untuk sesuatu yang tertanggung dengan syarat pengerjaannya. Misalnya,
                     satu orang menemui seorang desainer, lalu berkata: buatkan saya desain logo untuk
                     perusahaan saya dengan harga sekian juta. Lalu, sang desainer menerimanya, berarti
                     mereka telah melakukan kesepakatan istishna’.
                           Menurut Mazhab Hanabilah, istilah istishna’ berarti jual beli barang yang belum
                     dimilikinya yang tidak termasuk dalam akad salam. Ulama Mazhab tersebut menya-
                     makan dengan jual beli dan pembuatannya. Sementara, menurut Mazhab Malikiyah





                                                                                                      8
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23