Page 9 - Membaca Konflik Aceh Singkil
P. 9
sebuah teks kitab suci. Hal ini ditandai dengan memiliki sikap inklusif dan membuang rasa
adanya sebagian masyarakat yang memahami sinisme terhadap pihak-pihak yang berbeda
teks agama secara tekstual tanpa mengindahkan agama. Selain itu, diperlukan literasi moderasi
pemikiran kritis. Dapat dikatakan golongan ini beragama yang besifat humanis (Firmansyah,
merupakan kaum konservatif. Sementara pada Ginting, Nasution, & Nasution, 2021).
pihak lain, muncul golongan liberal yang terlalu Upaya yang dapat dilakukan dalam
menjunjung akal tanpa didasari oleh konteks dan menguatkan literasi moderasi beragama yaitu
teks dari suatu kitab suci (Akhmadi, 2019). melalui pendekatan kultural dan pendekatan
Berpijak pada konflik yang muncul, agama itu sendiri. Pendekatan kultural dilakukan
dapat dikatakan baik hukum tertulis maupun melalui internalisasi nilai-nilai kearifan lokal
hukum tidak tertulis belum mampu sebagai yang terdapat pada suatu masyarakat. Misalnya
benteng dalam membendung konflik kebebasan masyarakat Aceh mengenal Qanun Makuta Alam
beragama dan berkeyakinan. Persoalan sebagai landasan yang berisi hukum adat dengan
kebebasan keagamaan pada dasarnya dapat nilai-nilai sosial yang tumbuh dalam masyarakat.
dibentengi dengan sikap moderasi beragama. Pengenalan tersebut pada dasarnya perlu digali
Oleh karena itu, moderasi beragama menjadi kembali sebagai sarana menginternalisasi
upaya dalam strategi merawat kebhinekaan di masyarakat mengenai toleransi dan moderasi
Indonesia (Abror, 2020). beragama.
Moderasi beragama merupakan suatu Selain pendekatan kultural, pendekatan
sikap tidak berlebihan dalam memandang suatu agama menjadi sarana literasi dalam
perbedaan, baik perbedaan terhadap aliran menginternalisasikan dan mengaplikasikan
sesama agama maupun antaragama (Sutrisno, konsep moderasi beragama di tengah masyarakat.
2019). Moderasi beragama menjadi jalan tengah Pendekatan agama dalam internalisasi moderasi
terhadap perbedaan pandangan paham agama. beragama perlu dilakukan karena inti dari
Tidak menggunakan dalih legitimasi teologis permasalahan keagamaan adalah sikap dan
ekstrem dan tidak memaksa serta melakukan pemahaman penganut agama terhadap ajaran
kekerasan terhadap pihak yang berbeda agamanya. Mengingat pada dasarnya setiap
(Fahrudin, 2019). agama memiliki nilai-nilai yang dapat
Sikap moderasi beragama, pandangan diaktualisasikan dalam sikap moderasi beragama
seorang individu terhadap suatu agama menjadi di tengah masyarakat yang multikultural
terbuka dan mampu menerima perbedaan yang (Sutrisno, 2019).
muncul sebagai suatu hal yang tidak dapat Aplikasi pendekatan agama untuk
dihindarkan. Sikap keterbukaan individu membangun sikap moderasi beragama dapat
terhadap perbedaan agama bukan berarti tidak dioptimalkan melalui peran penyuluh agama.
berprinsip terhadap agama yang diyakini, tetapi Namun sebelum para penyuluh agama
memahami bahwa pihak-pihak yang berbeda menyebarkan nilai-nilai luhur agamanya, para
memiliki hak-hak yang sama dalam beragama penyuluh agama perlu memahami fenomena
sehingga perlu dihormati. keberagamaan dan kesadaran multikultural.
Upaya membangun dan Pengetahuan mengenai keragaman budaya dan
mengaktualisasikan moderasi beragama pada kritis terhadap ketidakadilan yang terjadi di
dasarnya memerlukan proses yang tidak sebentar. dalam masyarakat menjadi modal utama bagi
Mengingat hal yang dibenahi adalah kesadaran penyuluh agama dalam mengkampanyekan nilai
manusia. Oleh karena itu, sebelum pemahaman kerukunan kehidupan beragama yang harmonis.
moderasi teraktualisasikan, masyarakat perlu Secara seperifik, kompetensi yang harus dimiliki
163