Page 174 - Ayah - Andrea Hirata
P. 174

Ayah ~ 161


                 “Waspada, Pak Cik, berbahaya!”

                 “Maksudmu?”
                 “Sabari itu leboi cap belacan!”
                 “Leboi?”
                 “Istilah masa kini, artinya laki-laki mata keranjang! Tiap
            tikungan dia punya pacar! Tak terbilang banyak korbannya!”

                 “Yang benar kau, Cai.”
                 “Shasya sampai mau bunuh diri, menceburkan diri di
            bendungan, dibuatnya. A Moi hampir minum air aki, untung
            ketahuan Baba Liong.”
                 Terperanjat Markoni.
                 “Maksud Sabari bekerja di pabrik Pak Cik, sebenarnya
            dia mengincar anak bungsu Pak Cik.”
                 Berdiri bulu tengkuk Markoni.

                 “Lena?”
                 “Kecuali Pak Cik punya anak bungsu di tempat lain.”
                 “Jangan kau sembarang bicara, Cai! Istriku Maryati dan
            hanya Maryati. Satu pun aku repot mengurusinya!”
                 “Tentu Lena, siapa lagi?”

                 Buncai mendekatkan bangkunya ke Markoni dan berbi-
            sik, “Sabari biasa merayu lewat puisi, itulah modalnya. Lihai
            sekali dia memakai puisi untuk melampiaskan nafsu hewani-
            nya! Dia itu penyalah guna puisi! Waspada, Pak Cik, puisinya
            penuh racun!”
                 Markoni memukul meja.
                 “Sialan!”
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179