Page 26 - Ayah - Andrea Hirata
P. 26
Ayah ~ 13
karena tak pernah melihat mata manusia seindah mata anak
perempuan itu. Begitu indah, teduh tetapi berkilau, bak pur-
nama kedua belas.
Anak itu bangkit, melangkah pergi, meninggalkan Sa-
bari yang gemetar sehingga bangku tempat duduknya berge-
meletuk.
Usai ujian itu, sepanjang sore dan malam, Sabari te-
rus menggenggam pensil pemberian anak perempuan yang
tak dikenalnya itu. Tak pernah sedetik pun melepaskannya.
Ke esokannya dia terbangun, pensil itu masih berada dalam
genggamannya.

