Page 166 - Sejarah Nasional Indonesia
        P. 166
     Hasil pemungutan suara hari pertama menunjukan bahwa: 269
            orang  setuju  untuk  kembali  ke  UUD  1945  dan  119  orang  menolak
            untuk kembali ke UUD 1945. Meskipun suara terbanyak menyetujui
            opsi kembali ke UUD 1945, suara tersebut belum mencapai 2/3 dari
            jumlah  suara,  yaitu  312  suara  sehingga  pemungutuan  suara  harus
            diulangi.  Pemilihan  hari  kedua  menunjukan  bahwa:  264  setuju  dan
            204 menolak. Adapun pemilihan hari ketiga menunjukan bahwa: 263
            setuju dan 203 menolak.
                  Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945
            tidak  dapat  direalisasikan.  Hal  ini  disebabkan  oleh  jumlah  anggota
            konstituante  yang  menyetujui  usulan  tersebut  tidak  mencapai  2/3
            bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
                  Bertolak  dari  hal  tersebut,  Presiden  Soekarno  mengeluarkan
            sebuah dekrit yang disebut Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang
            berisi:
            1.  Tidak berlaku kembali UUDS 1950
            2.  Berlakunya kembali UUD 1945
            3.  Dibubarkannya konstituante
            4.  Pembentukan MPRS dan DPAS
                  Setelah  Dekrit  Presiden  diberlakukan,  keterlibatan  militer
            dalam  politik  dan  lembaga  politik  kian  meluas.  Pada  10  Juli  1959,
            Sukarno mengumumkan Kabinet Kerja, sepertiga menteri berasal dari
            militer.  Selanjutnya, masa  demokrasi terpimpin  ini  berakhir  setelah
            lengsernya  Soekarno  dari  jabatan  sebagai  Presiden  dan  digantikan
            oleh  Soeharto  pada  tahun  1966.  Kondisi  ini  juga  diakibatkan  oleh
            meletusnya  gerakan  30  September  yang  didalangi  oleh  PKI  yang
            membuat  kepercayaan  rakyat  pada  Soekarno  menjadi  luntur.
            Soeharto menggantikan Soekarno dan menerapkan sistem demokrasi
            Pancasila.
                                          Budi Juliardi, SH., M.Pd.  157
     	
