Page 139 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 139
―Pastilah mama tau sayang. Dia adalah pejuang kaum
wanita. Dia hebat.‖
―Mama juga hebat. Bisa apa saja, memasak, melipat
selimutku, mengajariku membaca, mengajariku matematika,
mendongeng, memasang lampu kamarku, semua mama bisa.‖
―Itu memang kewajiban mama untuk kamu sayang.‖
―Apa Aku boleh menganggap mama seperti Ibu
Kartini yang hebat itu?‖
―Sesuka hatimu saja.‖
***
Menganggap mama seperti Ibu Kartini yang hebat.
Ucapan itu yang sekarang aku timang-timang. Masih
pantaskah mama ku sebut sebagai Kartini? Apa waktu yang
bergulir meninggalkan sejarah, mulai mengubah citra Kartini
sebenarnya? Atau hanya mamaku yang merusak makna Kartini
yang sebenarnya?
Masih dengan bangku panjang taman ini aku terdiam
mengasingkan diri dari kebisingan hati. Taman ini sudah sepi
sejak tadi. Lampu jalan pun mulai menyala secara bergantian.
Semua yang berkecamuk dalam pikiran belum bisa juga aku
singkirkan. Organku yang tak terjamah menginginkan sebuah
kehangatan. Sebuah pelukan. Sebuah kecupan. Sebuah
penghiburan jiwa yang mama berikan.
Aku tak bisa tak memikirkannya. Aku tak bisa
menghilangkannya dari kehidupanku. Aku tak bisa
membencinya. Sekalipun dia telah memupuk rasa kecewa
130
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

