Page 141 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 141
tindakanku. Aku putuskan untuk berhenti. Aku berdiri
membelakanginya.
―Jangan mendekat..!‖ ucapku saat menyadari suara
langkah kakinya mulai mendekat.
―Kamu dari mana, Sayang? Mama khawatir.‖ lagi-lagi
mama mengulagi pertanyaan yang sama. Nada khawatirnya
memang tak pernah berubah dari dulu.
Ku telan ludah dengan susah payah. Tenggorokanku
sakit karena menahan tangis. Aku tak tega memusuhi mama.
Tapi aku juga tak bisa menolak rasa benci yang muncul setiap
melihat mama.
―Anna?‖ Mama memanggilku lirih. Mama semakin
mendekatiku. Aku terdiam masih menahan tangisku.
Sekejap saja, Mama sudah merengkuhku dari
belakang. Tangisku tak lagi bisa ku sembunyikan. Mama
mendekapku begitu erat. Aku tak berani membalikkan badan.
Aku ingin membalas dekapan mama. Tapi, benci dalam hatiku
masih bercokol. Masih menahanku untuk tidak mebalas
dekapan hangat mama. Tubuh mama juga bergetar. Aku
semakin merasa bersalah telah membuatnya menangis. Tak
sepantasnya seorang anak menyakiti hati ibunya. Tak
sepantasnya juga, seorang ibu menancapkan luka pada buah
hatinya.
―Mama mengkhianati Ibu Kartini.‖ ucapku nyaris tak
bersuara. Tapi aku yakin, mama mendengarnya.
―Kartini yang aku kenal adalah wanita hebat berhati
mulia. Beradab. Bukan biadab.‖ lanjutku. Kulepaskan pelukkan
132
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

