Page 137 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 137
mengusap lembut puncak kepalaku dengan senyum yang terus
ia pamerkan.
―Jangankan besok. Besok, besok, besoknya lagi pun
akan mama temani.‖ jawabnya.
Sore yang aku lalui selalu menyenagkan. Mama selalu
menemaniku bermain, meski pada malam harinya mama jarang
menemaniku tidur. Tapi aku senang, bisa bermain bersama
mama setiap sore. Mama juga selalu membawakanku mainan
bagus setiap paginya. Aku bangga pada mama.
***
Aku bangga pada mama. Ucapan itu sering aku
ikrarkan dalam hati saat belum mengerti. Sampai aku
mengerti hal itu, aku ragu untuk menyematkannya dalam
ruang kecil hatiku sekalipun. Rasa sayang mama terhadapku
mungkin bertambah setiap harinya. Namun, rasa banggaku
padanya memudar setiap detiknya.
Jika papa tau, aku tak lagi menyangi mama seperti
dulu, mungkin dia akan marah padaku. Tak sepantasnya juga,
seorang anak mempunyai rasa benci terhadap ibu kandungnya.
Terlebih, mama amat sangat menyanyangiku. Aku tak perlu
bukti tentang rasa sayangnya padaku. Aku paham betul, mama
menyanyangiku. Dari dulu, sampai sekarang, dekapan,
kecupkan, usapan, senyuman, dan nasihatnya masih sama. Tak
ada yang beda. Tidak ada.
Yang beda adalah perasaanku. Perasaanku berubah
terhadapnya. Jika aku boleh memilih, lebih baik aku tak tahu
apa-apa. Lebih baik aku buta agar tak melihat hal yang
128
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

