Page 108 - Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd
P. 108
Fatwa dalam Humor
http://pustaka-indo.blogspot.com
yang pura-pura sakit atau menghi lang. Bagi Ayah, soal shalat
ini tak ada kompromi, kecuali kalau dili hatnya benar-benar
sakit. Ada di antara kami yang terpaksa kena tempeleng
karena dianggap sudah waktunya diperlakukan demikian.
“Kafi r wa’ang (kamu) nanti!” ujar Ayah dalam marahnya
yang menakut kan. Namun setelah anak-anak meningkat
dewasa, terutama setelah duduk di SMA, tak pernah lagi Ayah
main tangan atau melotot kejam. Ayah hanya memperingatkan
dengan suara yang lemah lembut, dan sindiran yang membuat
anak-anaknya se nyum kecut.
Hal ini saya alami tatkala bersekolah di Yogyakarta. Setiap
bulan, Ayah berkunjung ke kota pelajar itu untuk memberikan
kuli ah di PTAIN (sekarang IAIN-UIN). Dan dalam setiap
kunjungan, Ayah mampir ke pemondokan saya. Dia mem-
perhatikan buku-buku yang saya baca, memperhatikan segala
yang terpajang di dinding, dan mengerutkan keningnya ketika
meli hat gambar-gambar bintang film milik teman sekamar
saya.
“Lai juo ang sambayang” (masihkah engkau sembahyang),
tanya nya pada saya dengan lemah lembut, sambil tangannya
menjangkau sebuah buku. Kalau tak salah buku Tiga Menguak
Takdir, kumpulan sajak Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rifai
Apin.”Ini sajak-sajak Angkatan 45, mereka adalah orang-
orang progre sif,” ujarnya. Saya menjawab, “bahwa buku itu
menjadi bahan wajib jurusan Sastra dan Bahasa di SMA.”
“Tapi biar pun wa’ang sudah SMA, dan sudah membaca
sastra modern, Tuhan masih mewajibkan wa’ang melakukan
sembahyang lima waktu. Tanyalah pada guru-gurumu itu,
91
pustaka-indo.blogspot.com
1/13/2017 6:18:39 PM
Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd 91
Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd 91 1/13/2017 6:18:39 PM