Page 167 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 167

Membela Kedua Orang Tua Rasulullah  |  165
            mengkhabarkan  kepada  kami  Muhammad  ibn  al-Husain  ibn  Ziyad
            Mawla  al-Anshar,  berkata:  Telah  mengkhabarkan  kepada  kami
            Ahmad  ibn  Yahya  al-Hadlrami  di  Mekah,  berkata:  Telah
            mengkhabarkan  kepada  kami  Muhammad  ibn  Yahya  az-Zuhri,
            berkata:  Telah  mengkhabarkan  kepada  kami  Abdul  Wahhab  ibn
            Musa  az-Zuhri,  dari  Abdurrahman  ibn  Abiz  Zanad,  dari  Hisyam  ibn
            Urwah, dari ayah-nya (Urwah), dari Aisyah (Radliyallah ‘Anha):










            “Bahwa  suatu  ketika  Rasulullah  datang  ke  Hajun  dalam  keadaan
            gelisah dan sedih, lalu beliau berdiri di sana beberapa lama seperti
            yang  telah  dikehendaki oleh  Allah, kemudian beliau  kembali  dalam
            keadaan gembira. Maka aku berkata  kepadanya: Wahai Rasulullah
            engkau  datang  ke  Hajun  dalam  keadaan  gelisah  dan  sedih  lalu
            engkau berdiri di sana beberapa lama seperti yang telah dikehendaki
            oleh  Allah,  kemudian  engkau  kembali  dalam  keadaan  gembira?!
            Rasulullah berkata: Aku telah meminta kepada Tuhanku yang Maha
            Agung, maka Dia menghidupkan kembali bagiku ibuku sehingga dia
            beriman  denganku,  kemudian  Dia  mengembalikannya  kembali
                                 261
            (kepada kematiannya)” .

                                                               262
                    Untuk lebih jelas kita lihat rangkain sanad berikut :

                  261   Diriwayatkan  pula  oleh  al-Qurthubi  dalam  at-Tadzkirah  Fi  Ahwal  al-
            Mawta, h. 17
                  262  Hadits dengan sanad ini adalah tema sentral bahasan kita terkait hadits
            ihya’  al-abawain  asy-syarifain.  Di  dalam  sanad-nya  ada  perawi  yang  dianggap
            majhul, yang kemudian oleh al-Hafizh as-Suyuthi diungkap bahwa perawi dimaksud
            tidak  majhul.  Kemudian  dari  pada  itu,  jahalah  ar-rawi  tidak  berimplikasi  maudlu’,
            tetapi  hanya  berimplikasi  dla’if  saja.  Dan  hadits  dla’if  dapat  dipergunakan  dalam
            fadla-il  al-a’mal  dan  manaqib  dengan  beberapa  ketentuan.  Pembahasan  lengkap
            tentang kualitas hadits ini dituliskan oleh as-Suyuthi dalam at-Ta’zhim wa al-Minnah.
            Beberapa bagian dari kesimpulan beliau insyaAllah akan kita kutip dalam buku ini.
   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171   172