Page 164 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 164

162  |  Membela Kedua Orang Tua Rasulullah

            dalamnya beliau membela beberapa hadits riwayat Imam Ahmad ibn
            Hanbal dalam kitab Musnad yang dinilai oleh Ibnul Jawzi dalam kitab
            al-Maudlu’at  sebagai  hadits-hadits  palsu.  Beliau  telah  membela
            hadits-hadits tersebut dengan sebaik-baiknya pembelaan, dan Ibnul
            Jawzi  sendiri  telah  salah  menilai  hadits-hadits  tersebut  sebagai
            hadits-hadits  palsu.  Di  dalamnya  Ibnu  Hajar  menjelaskan  bahwa  di
            antara hadits-hadits tersebut ada yang hanya dla’if saja, tidak sampai
            batas maudlu’, ada yang berkualitas sahih, dan bahkan di antaranya
            ada yang telah diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab Shahih-
            nya. Tentang hadits terakhir disebut, Ibnu Hajar berkata: “Ini adalah
            kelalaian  yang  parah  (ghaflah  syadidah)  dari Ibnul  Jawzi,  ia  menilai
            hadits  tersebut  palsu,  padahal  hadits  itu  telah  diriwayatkan  dalam
            salah satu kitab shahih (al-Bukhari dan Mulim)”.
                    Sebelumnya, guru Ibnu Hajar sendiri, yaitu al-Hafizh al-‘Iraqi,
            seorang ulama terkemuka di masanya. Bahkan aku (as-Suyuthi) telah
            melihat  dalam  Fahrasat  Mushannafat  Syaikh  al-Islam  (inventaris
            karya-karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani) bahwa gurunya tersebut
            (yaitu  al-‘Iraqi)  telah  menulis  karya  berjudul  “Ta’aqqubat  ‘Ala
            Maudlu’at  Ibnil  Jawzi”,  namun  aku  belum  mendapatkan  kitab
            tersebut. Lalu aku sendiri telah meneliti hadits-hadits dalam kitab al-
            Maudlu’at tersebut, dan nyatanya di sana ada beberapa hadits yang
            bukan  hadits  maudlu’  (palsu),  beberapa  di  antaranya  hadits-hadits
            yang telah diriwayatkan dalam Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi,
            Sunan an-Nasa-i, Sunan Ibni Majah, al-Mustadrak ‘Ala ash-Shahihain,
            dan beberapa kitab standar  lainnya.  Kualitas  hadits-hadits  tersebut
            telah  aku  jelaskan,  baik  yang  dl’aif,  hasan  atau  sahih,  dalam  karya
            tersendiri berjudul “an-Nukat al-Bad’iat ‘Ala al-Maudlu’at”.
                    Dan  hadits  yang  tengah  kita  bahas  ini  (hadits  ihya’  al-
            abawain),  penilaian  Ibnul  Jawzi  telah  terhadapnya  telah  menyalahi
            kebanyakan  para  imam  terkemuka  dan  huffazh  al-hadits.
            Kebanyakan  mereka  menilai  hadits  ini  dengan  kualitas  dla’if  saja
            (bukan  maudlu’);  di  mana  kualitas  hadits  demikian  itu  boleh
            diriwayatkan dalam fadla-il al-A’mal (keutamaan-keutamaan amalan)
            dan dalam manaqib (perjalanan hidup atau biografi). Di antara ulama
            hadits  yang  menilainya  dla’if  saja,  bukan  maudlu’;  al-Hafizh  al-
   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169