Page 161 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 161
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 159
(al-ikhbar ‘an ‘adam ash-shihhah). Dua ungkapan ini memiliki
perbedaan yang sangat jauh. Sebuah hadits yang kita nilai “lam
yashihh” bisa saja ia sebagai hadits yang sahih dengan adanya
riwayat dari jalur lain.
Pada bagian lain az-Zarkasyi berkata: “Ada sebagian ahli
hadits yang menghukumi sebuah hadits sebagai hadits maudlu’
dengan hanya bersandar kepada kenyataan adanya seorang perawi
pemalsu hadits dalam rangkaian sanad hadits tersebut. Metode ini
digunakan Ibnul Jawzi dalam karyanya; al-Maudlu’at. Ini adalah
metode yang tidak benar; oleh karena seorang perawi walaupun
dikenal memalsukan hadits tidak kemudian seluruh periwayatannya
dinyatakan sebagai hadits palsu. Maka yang benar dalam hal ini
cukup dengan menghukumi sebagai hadits dla’if, tidak menghukumi
253
secara mutlak sebagai hadits maudlu’” .
Al-Qadli Abul Faraj an-Nahrawani dalam kitab karyanya
berjudul al-Jalis as-Shalih menuliskan:
“Ada sebagian ahli hadits, dan bahkan ada pula yang tidak
paham ilmu-ilmu hadits, yang menganggap bahwa sebuah hadits jika
di antara perawinya ada orang yang dla’if maka hadits tersebut
dinilai dan dipastikan sebagai hadits yang batil yang wajib diingkari
keseluruhannya. Jelas, ini adalah menunjukan kebodohan pelakunya.
Padahal, seorang perawi walaupun dikenal sebagai pendusta dalam
periwayatan-periwayatannya -[terlebih lagi perawi yang hanya
dikenal sebagai orang yang dla’if saja]-, bila ia meriwayatkan sebuah
hadits secara menyendiri (tafarrud) yang masih dimungkinkan hadits
tersebut benar (haq) dan tidak benarnya (batil); maka wajib
menahan diri (tawaqquf) untuk menghukumi kesahihannya, juga
tidak boleh dipastikan bahwa para perawi hadits tersebut orang-
orang yang telah berdusta, serta tidak boleh pula hadits tersebut
254
dipastikan sebagai hadits bohong (palsu)” .
Setelah mengutip perkataan an-Nahrawani; az-Zarkasyi
menuliskan: “Di dalam kitab Adab al-Hadits karya Abdul Ghani ibn
Sa’id disebutkan: “Barang siapa mendengar sebuah hadits dariku,
253 Lihat Nasyr al-Alamain, as-Suyuythi, h. 16 mengutip dari az-Zarkasyi.
254 Al-Jalis ash-Shalih, an-Nahrawani, j. h.