Page 158 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 158

156  |  Membela Kedua Orang Tua Rasulullah

            “Orang  yang  telah  mengumpulkan  hadits-hadits  maudlu’  terlalu
            “berlebihan”,  karena  di  dalamnya  ia  menilai  maudlu’  hadits-hadits
            yang berkualitas dla’if biasa, yang aku maksud dia adalah Abul Faraj
                        247
            [Ibnul Jawzi]” .
                    Pimpinan  para  hakim  (Qadli  al-Qudlat);  Badruddin  ibn
            Jama’ah dalam karyanya berjudul al-Manhal ar-Rawiyy menuliskan:
            “Syekh  Abul  Faraj  Ibnul  Jawzi  telah  menulis  kitab  al-Maudlu’at,  di
            dalamnya  ia  banyak  menyebutkan  hadits-hadits  dla’if  yang
                                                                     248
            sebenarnya tidak berdasar dinilai sebagai hadits-hadits maudlu’” .
                    Penilaian  yang  sama  juga  diungkapkan  oleh  Syaikhul  Islam
            Sirajuddin  al-Bulqini  dalam  kitab  karyanya  berjudul  Mahasin  al-
                   249
            Isthilah .
                    Semantara al-Imam al-Hafizh Shalahuddin Abu Sa’id al-‘Ala-i
            berkata:
                    “Bagi  orang-orang  yang  hidup  di  masa  belakangan  (al-
            muta’akhirin) sangat sulit untuk menilai sebuah hadits dengan kulitas
            maudlu’. Karena penilaian seperti itu tidak terhasilkan kecuali setelah
            mengumpulkan berbagai jalur  (jam’ut thuruq) [dari berbagai sanad
            hadits terkait], penelitian yang intens, bahwa suatu hadits itu tidak
            hanya dinilai dari satu jalur saja hanya karena di dalam  sanad satu
            jalur  terebut  ada  perawi  yang  dianggap  berdusta  (muttaham  bil
            kidzb), dan berbagai segi dan ciri-ciri yang sangat banyak; sebelum
            kemudian  sampai  kepada  kesimpulan  kualitas  hadits  dimaksud.
            Penilaian  seperti hanya  dapat  dilakukan  oleh seorang  hafizh  hadits
            yang  benar-benar  mendalam  dalam  keilmuannya  (al-Hafizh  al-
            mutabahhir).  Karena  itu,  ada  banyak  para  ulama  yang  telah
            mengkritik  Abul  Faraj  Ibnul  Jawzi  dengan  karyanya  al-Maudlu’at.
            Keluasan  ilmu  beliau  dalam  menghukumi  kualitas-kualitas  hadits
            hingga memasukannya dalam karyanya tersebut tidak sampai kepada
            tingkatan  syarat-syarat  yang  kita  sebutkan.  Ironisnya  ada  orang-


                  247  Fath al-Mughits Bi Syarh Alfiyah al-Hadits, bait syair nomor 227, al-‘Iraqi,
            h. 119
                  248  al-Manhal ar-Rawiyy, Ibnu Jam’ah, h. 54
                  249  al-Hawi Li al-Fatawi, as-Suyuthi, j. 2, h. 329 mengutip dari Mahasin al-
            Isthilah, al-Bulqini.
   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163