Page 155 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 155

Membela Kedua Orang Tua Rasulullah  |  153
            menetapkan  keyakinan  mereka.  Akan  tetapi  tolak  dasar  yang
            dibenarkan  dalam  syari’at  Allah  untuk  menghukumi  keimanan
            seseorang adalah apa bila ia bersaksi dengan dua kalimat syahadat
            sebagaimana tersebut dalam hadits mashur di atas.
                    Adapun sebagian ulama Ahlussunnah yang tetap menerima
            hadits  al-Jariyah  ini  sebagai  hadits  sahih  riwayat  Muslim;  mereka
            tidak memahami maknanya bahwa Allah bertempat di langit, seperti
            keyakinan  orang-orang  sesat  di  masa  sekarang,  yaitu  kaum
            Wahhabiyyah,  tetapi  maknanya  bahwa  Allah  maha  tinggi  pada
                                    241
            derajat dan kedudukannya .
                    Faedah  Penting;  Allah  ada  tanpa  tempat  dan  tanpa  arah.
            Tempat  dan  arah  adalah  ciptaan  Allah  maka  Allah  tidak
            membutuhkan  kepada  ciptaan-Nya.  Sebelum  menciptakan  tempat
            dan  arah  Allah  ada  tanpa  tempat  dan  tanpa  arah,  maka  demikian
            pula  setelah  Allah  menciptakan  tempat  dan  arah  Allah  ada  tanpa
            tempat  dan  tanpa  arah.  Allah  tidak  berubah,  karena  berubah  itu
            tanda  makhluk.  Adapun  bahwa  kita  menghadapkan  kedua  telapak
            tangan ke arah langit saat berdoa, hal ini tidak menunjukan bahwa
            Allah berada di arah langit, tetapi karena langit adalah kiblat doa dan
            merupakan  tempat  turunnya  rahmat  dan  berkah.  Sebagaimana
            dalam shalat kita menghadap ka'bah, hal ini tidak berarti bahwa Allah
            berada  di  dalam  ka’bah,  tetapi  karena  ka'bah  adalah  kiblat  shalat.
            Penjelasan seperti ini diungkapkan oleh para ulama Ahlussunnah Wal
            Jama'ah seperti al-Imam al-Mutawalli (w 478 H) dalam kitabnya al-
            Ghun-yah,  al-Imam  al-Ghazali  (w  505  H)  dalam  kitabnya  Ihya
            ‘Ulumiddin,  al-Imam  an-Nawawi    (w  676  H)  dalam  kitabnya  Syarh
            Shahih Muslim, al-Imam Taqiyyuddin as-Subki (w 756 H) dalam kitab
                                                 242
            as-Sayf ash-Shaqil, dan masih banyak lagi .

                  241   Lihat  ash-Shirath  al-Mustaqim,  al-Habasyi,  h.  52.  Lihat  pula  al-Minhaj
            Syarh Shahih Muslim ibn al-Hajjaj, an-Nawawi, dalam penjelasan hadits al-Jariyah.
                  242   Penyusun  telah  menterjemahkan  kitab  berjudul  Ghayah  al-Bayan  Fi
            Tanzih Allah ‘An al-Jihah Wa al-Makan, dengan beberapa tambahan catatan yang
            sangat  penting.  Kitab  tersebut  membahas  secara  komprehensif  keyakinan  suci;
            “ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH”, memuat pernyataan para ulama
            dari mulai para sahabat, hingga turun temurun antar generasi dari kalangan ulama
            Ahlussunnah Wal Jama’ah.
   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160