Page 128 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 128

126  | Memahami Makna Bid‟ah

            “Dapat diambil dalil dari disyari‟atkannya mencium hajar aswad
            dan melambaikan tangan terhadap sudut-sudut Ka‟bah tentang
            kebolehan  mencium  setiap  sesuatu  yang  jika  dicium  maka itu
            mengandung pengagungan kepada Allah. Karena meskipun tidak
            ada dalil yang menjadikannya sebagai sesuatu yang sunnah, tetapi
            juga  tidak  ada  yang  memakruhkan.  Al-Muhibb  ath-Thabari
            melanjutkan:  Aku  juga  telah  melihat  dalam  sebagian  catatan
            kakek-ku; Muhammad ibn Abi Bakar dari al-Imam Abu „Abdillah
            Muhammad ibn Abu ash-Shaif, bahwa sebagian ulama dan orang-
            orang  saleh  ketika  melihat  mushaf  mereka  menciumnya.  Lalu
            ketika melihat buku-buku hadits mereka menciumnya, dan ketika
            melihat  kuburan  orang-orang  saleh  mereka  juga  menciumnya.
            ath-Thabari mengatakan: Ini bukan sesuatu yang aneh dan bukan
            sesuatu  yang  jauh  dari  dalilnya,  bahwa  termasuk  di  dalamnya
            segala  sesuatu  yang  mengandung unsur  Ta‟zhim (pengagungan)
                                           168
            kepada Allah. Wa Allahu A‟lam” .
                    Dari teks-teks ini kita dapat melihat dengan jelas bahwa
            para  ahli  hadits,  seperti  al-Imam  Ibnu  Hibban,  al-Muhibb  ath-
            Thabari,  al-Hafizh  adl-Dliya‟  al-Maqdisi  al-Hanbali,  al-Hafizh
            „Abdul Ghani al-Maqdisi al-Hanbali, dan para ulama penulis Syarh
            Shahih al-Bukhari, seperti al-Hafizh Ibnu Hajar al-„Asqalani dengan
            Fath al-Bari‟, Badruddin al-„Ayni dengan „Umdah al-Qari‟, juga para
            ahli  fikh  madzhab  Hanbali  seperti  Syekh  Mar‟i  al-Hanbali  dan
            lainnya,  semuanya  memiliki  pemahaman  bahwa  kebolehan
            tabarruk tidak khusus berlaku kepada Rasulullah saja.

                    (Sembilan  Belas): Ziarah  kubur  adalah  sesuatu  yang

            diperbolehkan  dalam  agama,  bukan  bid‟ah  sesat.  Larangan
            berziarah kubur telah dihapus oleh hadits Nabi:




                   168  Al-„Ayni, „Umdah al-Qari‟ Bi Syarh Shahih al-Bukhari, j. 9, h. 241
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133