Page 20 - Hukum Pidana Khusus dalam KUHP Nasional
P. 20
efektif, sedangkan model kedua memprioritaskan perlindungan
hak-hak individu dari kekuasaan negara. Ketidakseimbangan antara
keduanya akan menjadikan sistem peradilan pidana sebagai alat
3
kekuasaan negara yang otoriter dan tidak demokratis. Oleh karena itu,
hukum pidana dituntut untuk tidak hanya tajam dalam mengayomi
kepentingan publik, tetapi juga berhati-hati agar tidak melukai prinsip-
prinsip negara hukum dan hak asasi manusia.
Dalam perkembangannya, hukum pidana tidak lagi hanya terbatas
pada kejahatan yang bersifat klasik—seperti pembunuhan, pencurian,
atau penganiayaan—dan umumnya diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Munculnya bentuk-bentuk
kejahatan baru yang kompleks, terorganisasi, dan berdampak luas
terhadap masyarakat telah mendorong lahirnya tindak pidana khusus
beserta kerangka hukum pidana khusus yang mengaturnya.
Tindak pidana khusus memiliki karakteristik yang membeda-
kannya secara substansial dari tindak pidana umum. Ia bukan sekadar
perbedaan pada jenis perbuatan, melainkan juga pada aspek peng-
aturan, subjek hukum, prosedur penegakan, hingga akibat hukumnya.
Sebagai bagian integral dari sistem hukum pidana, tindak pidana
khusus diatur oleh berbagai undang-undang sektoral yang menangani
kejahatan dengan dampak signifikan terhadap masyarakat dan negara,
seperti hukum pidana ekonomi, perpajakan, keuangan, sosial,
lingkungan hidup, dan hak asasi manusia. Dalam konteks sistem
hukum Eropa Kontinental—termasuk Belanda dan Indonesia—
perkembangan hukum pidana khusus menjadi keniscayaan untuk
mengisi kekosongan yang tidak dapat dijangkau oleh KUHP sebagai
hukum pidana umum.
Di Indonesia, hukum pidana khusus muncul sebagai respons
atas keterbatasan KUHP dalam menjangkau kejahatan modern yang
bersifat lintas sektor dan sering kali melibatkan aktor dengan kekuasaan
3 Herbert L. Packer, 1968, The Limits of the Criminal Sanction, Stanford: Stanford University
Press.
2 Hukum Pidana Khusus dalam KUHP Nasional

