Page 22 - Hukum Pidana Khusus dalam KUHP Nasional
P. 22
undang-undang sektoral. Dalam konteks inilah hukum pidana khusus
berfungsi sebagai instrumen pelengkap sekaligus korektif terhadap
kekakuan hukum pidana umum yang tidak mampu menjawab
dinamika kejahatan modern. Dengan kata lain, hukum pidana khusus
adalah lex specialis terhadap KUHP, baik dalam perumusan norma,
pembuktian, maupun pemidanaan.
Secara normatif, kejahatan yang diatur dalam hukum pidana
khusus memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari
tindak pidana umum. Pertama, dari aspek pengaturannya, hukum
pidana khusus umumnya mengatur pelanggaran terhadap regulasi
sektoral yang secara langsung menyentuh kepentingan publik yang
vital. Misalnya, UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) atau UU
No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme (UU Terorisme). Kedua undang-
undang tersebut lebih menekankan pada aspek preventif daripada
represif semata. Pendekatan ini berbeda dengan hukum pidana umum
yang cenderung reaktif dan menekankan pada pemidanaan setelah
peristiwa terjadi.
Kedua, dari sisi penegakan hukumnya, tindak pidana khusus
menuntut kerja sama lintas lembaga yang melibatkan instansi di luar
kepolisian dan kejaksaan. Sebagai contoh, penegakan hukum terhadap
kejahatan narkotika melibatkan Badan Narkotika Nasional (BNN),
kejahatan keuangan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Semen-
tara tindak pidana HAM berat membutuhkan keterlibatan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan
HAM. Koordinasi antarlembaga ini menjadi tantangan tersendiri
karena masing-masing memiliki prosedur, kewenangan, dan standar
operasional yang berbeda.
Ketiga, dari sisi pelaku dan modus operandinya, tindak pidana
khusus cenderung dilakukan oleh subjek hukum kolektif atau
4 Hukum Pidana Khusus dalam KUHP Nasional

