Page 21 - Panti Para Arwah
P. 21

Kejadian pertama yang aku alami adalah ketika aku
               dituduh mencari masalah dengan Mbak Resti, senior-
               ku  yang  duduk  di  bangku  kelas  satu  SMP.  Beberapa

               anak panti segera menggiringku ke kamar mandi,
               menelanjangiku, dan menyiramku tanpa henti.

                   Berkali-kali mereka menamparku.  Aku hanya bisa
               menangis hingga mereka meninggalkanku seorang

               diri sambil meringkuk di kamar mandi yang dingin itu.
               Tidak ada yang berani menolong, apalagi melapor.

               Jika ada, maka merekalah korban berikutnya.

                   “Laras, maaf, Laras. Maaf. Aku benar-benar nggak
               berani.” Rena tidak menolongku. Dia juga takut. Namun,
               saat orang-orang yang menyiksaku pergi, Rena buru-

               buru menghampiriku dengan membawakanku handuk.
               Ia terus meminta maaf karena ia tidak bisa menolongku.

                   “Sakit, Ren. Sakit.” Aku meringis sambil memegangi

               bagian tubuhku yang memar. “Aku mau bilang Bu
               Lubis.”

                   “Ja—jangan!  Jangan, Laras! Kalau kamu lapor,
               mereka cuma dihukum bersihin gudang, besoknya

               mereka bakal balas kamu lebih parah!” ucap Rena
               memperingatkan.

                   “Terus, aku harus gimana? Aku harus pasrah aja?”



                                                                      15
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26