Page 10 - ARCHIPELAGOS 3
P. 10

melawan Berong, sang musuh besar yang ingin menguasai dunia
          dan hidup abadi.
            “Kau sudah telat bangun, lama mandi, dan sekarang hilang kaus
          kaki,” raung Ayu pada Bastian.

            “Sabarlah, Ayu,” timpal Drio, pria berbadan besar dengan kulit
          sawo matang.

            Ocehan Ayu tak digubris Bastian. Pria itu masih fokus mencari,
          dibantu dengan anak-anak lainnya. Mereka berpindah dari satu
          ruangan ke ruangan lain di dalam rumah  Joglo itu. Matanya
          menelisik ke segala arah.

            “Dapat!” seru Sanja, perempuan dengan poni menutupi
          dahinya. Ia menunjuk sebuah kain hitam kecil yang terselip di
          bawah karpet bambu.
            Bastian mengambil dan memakainya dengan grasak-grusuk.

            Dugaan mereka salah. Rupanya mereka tak terlambat, lebih
          tepatnya hampir. Murid-murid lainnya masih berkumpul di
          balai—menunggu kehadiran sosok super sibuk yang belum juga
          menunjukkan batang hidungnya.

            “Dari mana kalian?” desis Angga, sang ketua tingkatan.
            Tak ada yang menjawab pertanyaan itu karena sungguh
          malunya  mereka  kalau  tahu  keterlambatan  ini  disebabkan  oleh
          sehelai kaus kaki bau milik Bastian yang dicecerkan sembarangan
          di lantai. Membuat Ayu ingin mengetuk kepala itu, syukurnya Nala
          dan Sanja terus menenangkannya untuk tetap sabar.

            Suara gamelan dan seruling terdengar. Dari arah pintu masuk
          balai  itu  nampak  seorang  perempuan  memakai  kebaya  merah
          muda didampingi dayang-dayang di belakangnya.




          4
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15