Page 14 - Ten Myths about Israel
P. 14
Teologi menjadi dasar corak kebijakan di akhir abad ke-
19 dan di tahun-tahun menjelang Perang Dunia I disebabkan
dua alasan. Penggunaan dasar teologi cocok bagi Inggris yang
ingin membongkar dan mengambil alih wilayah-wilayah Turki
Utsmani. Penggunaan teologi juga cocok dengan kalangan
aristokrat Inggris—baik Yahudi maupun Kristen—yang telah
terpesona dengan ide Zionisme sebagai solusi untuk fenomena
antisemitisme di Eropa Tengah dan Timur. Fenomena tersebut
menyebabkan gelombang imigrasi kaum Yahudi yang tidak
diinginkan ke Inggris. Ketika kedua kepentingan ini menyatu,
mereka mendorong pemerintah Inggris untuk mengeluarkan
Deklarasi Balfour 1917 yang terkenal karena mengabaikan aspirasi
penduduk asli Palestina.
Perubahan dari pandangan teologis yang buram menjadi
sebuah proyek politik matang di tahun itu. Para pemikir dan
aktivis Yahudi yang mendefinisikan ulang Yudaisme sebagai
nasionalisme berharap agar pengertian tersebut dapat melin dungi
komunitas-komunitas Yahudi dari bahaya eksistensi mereka di
Eropa dengan memilih Palestina sebagai tempat yang diinginkan
untuk "kelahiran kembali bangsa Yahudi".
Dalam proses ini, proyek budaya dan intelektual Zionis
berubah menjadi proyek kolonial pemukim (settler colonial) yang
bermaksud me-Yahudisasi sejarah Palestina tanpa menghiraukan
keberadaan penduduk asli. Mitos bahwa Zionisme bukanlah
kolonialisme juga merupakan bagian penting dari buku ini,
yang memberikan analisis rinci mengenai perbedaan antara
kolonialisme klasik dan gerakan kolonial pemukim seperti
Zionisme.
xii Ten Myths about Israel

