Page 18 - Sejarah Pemikiran Islam
P. 18
Semua fakta di atas memperlihatkan berkinerjanya popular religiosity,
24
mengutip Goitein, dan sekaligus mengutip Wach, menandai the expression of
25
religious experience. Di sini, agama telah menjadi wahana yang membimbing
manusia dalam memahami realitas dunia dan menghadapi kejadian-kejadian
tak terduga sepanjang hidup, bahkan sampai kepada pengalaman tak terkatakan
26
(ineffable experience), ujar Amstrong. Dengan demikian, agama telah menjadi
alat bersandar dan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang tak terperikan.
Fungsi agama sebagai alat bersandar terakhir inilah yang menyebabkan mengapa
tawaran gagasan-gagasannya mengalami institusionalisasi dan internalisasi ke
dalam struktur kejiwaan manusia dan kemudian mempengaruhi cara manusia
melakukan eksternalisasi usaha mengungkapkan diri secara fisik maupun
ungkapan pemikiran ketika berhadapan dengan realitas sekeliling.
Persoalannya mengapa institusionalisasi dan internalisasi gagasan-gagasan
keagamaan tersebut terjadi begitu mendalam ke dalam struktur jiwa manusia?
Dalam usaha menjelaskan akar-akar budaya kemunculan nasionalisme,
Benedict Anderson melihat posisi distinktif agama-agama dalam “menemani”
dan di atas itu “mengayomi” manusia. Sementara benar kemunculan ideologi-
ideologi modern, terutama Marxisme dan Liberalisme yang disebutnya sebagai
evolutionary/progressive style of thought telah mampu memberikan komando
bagi tindakan kolektif manusia, namun sistem gagasan tersebut tidak mampu
atau tidak melibatkan diri dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok
tentang kematian, nasib, dan keabadian. “Again, the disadvantage of evolutionary/
progressive thought is al almost Heraclitean hostility to any idea of continuity” (Sekali
lagi, kelemahan gaya pemikiran evolusi/progresif adalah permusuhannya yang
hampir bersifat Heraclitean terhadap gagasan keabadian). Proses modernisasi
27
28
24 S. D. Goitein, Studies in Islamic History and Institutions (Leiden: E. J. Brill, 1968), hlm. 23.
Periksa terutama catatan kaki no. 1.
25 Joachim Wach, Sociology of Religion (Chicago and London: The University of Chicago Press,
1971), hlm. 19-26.
26 Karen Amstrong, The Great Transformation, hlm. xvii.
27 Heraclitean adalah pandangan Heraclitus, seorang filosof Yunani (500 SM), yang
mempercayai bahwa api adalah asal-Ushul segala sesuatu. Dan yang terpenting bahwa
yang permanen adalah hayalan belaka. Yang ada adalah perubahan terus-menerus.
28 Benedict R. O’G Anderson, Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread
of Nationalism (London: Verso, 1983), hlm. 19.
xvi Sejarah Pemikiran Islam

