Page 21 - Sejarah Pemikiran Islam
P. 21

politik Islam tersebut adalah tak berpreseden dan karena itu bersifat watershed
                 yang memisahkan secara diametral sejarah masa sebelum Islam dengan masa
                 kini. Bergabung dengan kemantapan tatanan keagamaan di atas, fenomena luar
                 biasa ini dikerangkai Goitein dalam perspektif religious-based political entity:

                     It had often been said that Muhammad created the Arab nation, that by
                     his  prophetical  leadership  he  transformed  a  motley  group of unruly  and
                     mutually hostile tribes into a cohesive and orderly community. In this respect,
                     Muhammad and the Arabs have been compared to Moses and the ancient the
                     Israelites. ‘On this very day,’ says Moses, in the Book of Deuteronomy, to the
                     children of Israel ‘you have become a people to the Lord, your God.’ In other
                     words, through the revelation separate tribes were converted into a spiritual
                     and, in due cource, a political unit.

                     Acap dinyatakan bahwa Muhammad  menciptakan bangsa Arab,
                     bahwa dengan  kepemimpinan kenabiannya dia mengubah aneka
                     macam kelompok yang liar dan suku-suku yang saling bermusuhan
                     ke dalam masyarakat yang menyatu dan  teratur.  Dalam hal  ini,
                     Muhammad dan orang-orang Arab itu telah disamakan dengan Musa
                     dan kaum Yahudi kuno. ‘Pada hari ini juga,’ ujar Musa, dalam Kitab
                     Deuteronomy,  kepada  bangsa Yahudi,  ‘engkau  telah menjadi satu
                                33
                     bangsa di hadapan Tuhan, Tuhan engkau.’ Dalam kata lain, melalui
                     wahyu suku-suku yang terpisah memeluk satu unit spiritual dan pada
                     gilirannya, satu kesatuan politik. 34

                     Abdul Aziz mengartikan terbentuknya “bangsa Arab” dan  “kesatuan
                 politik” berdasarkan kesamaan agama ini sebagai pertanda, atau, diikuti oleh
                 lahirnya lembaga politik baru apa yang disebutnya sebagai chiefdom.  Kendatipun
                 tidak membuat definisi baku, dengan merujuk kepada institutionalized leadership
                 model dari Elman R. Service, Abdul Aziz menyatakan bahwa chiefdom merupakan
                 pengejawantahan institusionalisasi  otoritas politik  pascasistem hubungan
                 sosial egaliter seperti yang tampak pada masyarakat kesukuan. Di dalam atau



                 33  Deuteronomy adalah kitab kelima di dalam Injil, berisi ringkasan  “Sepuluh Perintah Tuhan”
                     (Ten Commandments) dan Hukum-hukum Musa.
                 34  Goitein, Studies in Islamic Histories, hlm. 5.



                                                                Kata Pengantar    xix
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26