Page 29 - Sejarah Pemikiran Islam
P. 29

48
                 pengikut al-Khawarij ‘Abd  al-Rahmad  Ibnu  Muljan,  secara  real terjadi  di
                 Kufah, Irak  ―wilayah yang secara teoritis termasuk di dalam dar al-Islam atau dar
                 al-salam. Apakah ini berarti bahwa teologi al-Khawarij yang dibangun dengan
                 latarbelakang dominannya “budaya perang” tersebut telah memperluas wilayah
                 dar al-harb hingga ke wilayah dar al-Islam dan dar al-salam?

                     Tentu saja, seperti disinggung di bagian awal, “reaksi teologis” kaum al-
                 Khawarij  terhadap peristiwa  tahkim tersebut telah menimbulkan “aksi” dan
                 “reaksi” berikutnya dengan kemunculan kaum al-Murji’ah, al-Qadariyah dan
                 al-Jabariyah. Sistem gagasan al-Mu’tazilah,“derivasi” dari al-Qadariyah, secara
                 konseptual tampak pada sistem pemikiran Muhammad Abduh.  Akan tetapi,
                                                                        49
                 jejak-jejak pemikirannya yang mendalam tidak lagi kita temu dengan jelas di
                 masa kini. Sementara Ahl -al-Sunnah wa al-Jamaah, “derivasi” (dan “improvisasi”
                 lebih lanjut) dari al-Jabariyah, memperoleh pengikut yang begitu meluas hingga
                 pada masa kini. Kelompok mayoritas yang kemudian dikenal sebagai “Kaum
                 Sunni” ini mendasarkan dirinya pada ijma’. Karena ijma’ berarti “konsensus,”
                 maka Roy Mottahadeh menyebut mereka sebagai  consensus-minded  Muslims

                 yang “(m)ore prone to inclusion than exclusion, to postponement rather than haste, and
                 remained close to the spirit of famaous saying of St. Thomas á Kempís that ‘man proposes
                 but God disposes’ (lebih condong kepada penyatuan daripada perpecahan, pada
                 kehati-hatian daripada  ketergesa-gesaan,  dan  tetap dekat dengan  semangat
                                            50
                 pepatah St.  Thomas  á Kempís  bahwa ‘manusia berkehendak  tetapi Tuhan
                 yang menentukan’).  Dalam konteks ini, Islam yang terumuskan dalam aliran
                                  51
                 Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah lebih memperlihatkan dimensi “pedoman hidup”
                 daripada dimensi “ideologis” dan politis. Islam yang terumuskan dalam susunan
                 pemikiran Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah inilah, pada hemat saya, yang dianut
                 para artis dan orang-orang biasa sebagaimana telah kita bicarakan dalam bagian
                 dua tulisan ini.




                 48   Harun Nasution, Teologi Islam, hlm. 11.
                 49   Lihat Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional al-Mu’tazilah (Jakarta: UI-
                     Pres, 1987).
                 50   St. Thomas á Kempís (1380-1471) adalah seorang teolog Jerman. Ia diduga penulis The
                     Limitation of Christ (1415-24), sebuah manual tentang pengabdian spiritual.
                 51   Roy P. Mottahadeh, Loyalty and Leadership, hlm. 20.



                                                                Kata Pengantar  xxvii
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34