Page 28 - Cikal Cerita rakyat dari DIY
P. 28
4. Dua Kuntum Bunga di Atas Batu
Malam menjelang. Burung hantu bersahutan bernyanyi terdengar dari
jauh. Bintang bertaburan di langit tampak berpendaran. Suasana menjadi
sangat tenang. Angin yang bertiup seperti bersiutan menyapa telinga.
Keadaan yang damai itu membuat mata manusia mengantuk.
Akan tetapi, tidak untuk Ki Mangli dan teman-temannya. Malam itu
mereka semua bertirakat menahan serangan kantuk. Bagi mereka, perjalanan
jauh dan berat tidak dirasakannya lagi. Walaupun pagi sampai sore hari
tadi, perjalanan dari Desa Selagumelar menuju Kadipaten Calapar bukanlah
perjalanan yang pendek. Sinar matahari musim kemarau yang sangat
kering terasa seperti ingin membakar rombongan Ki Mangli dan utusan dari
Kadipaten Calapar itu. Untunglah hawa panas dan kering itu dapat teratasi
karena mereka semua naik kuda. Kuda yang mereka tunggangi berjalan
seenaknya. Kuda-kuda milik rombongan kesenian tledhek itu memang bukan
kuda pacu, lebih tepat disebut kuda beban. Oleh karena itu, tidak mungkin
berlari cepat.
“Sekarang saatnya kita semua prihatin. Memohon petunjuk dan
kekuatan dari Tuhan supaya apa yang menjadi tanggung jawab kita dapat
dilaksanakan dengan baik,” tutur Ki Mangli kepada teman-temannya di
tempat mereka menginap, di lingkungan kadipaten.
“Aku heran mengapa karena mimpinya itu, Ndara Sekar Pandan sampai
jatuh sakit, ya, Pak?” tanya Sekargunung.
23