Page 19 - Indara dan Siraapare
P. 19

“Siraapare, Siraapare …, bangunlah! Hari sudah pagi,”
            teriak Indara Pitaraa. Siraapare langsung terbangun. Entah

            kenapa, tiba-tiba perasaannya menjadi tidak tenang.

                    “Kakak, aku ingin pulang. Semalam aku tak bisa tidur.
            tidurku  tadi  malam  tidak  enak.  Badanku  terasa  sakit  dan
            udara di sini sangat dingin,” kata Siraapare dengan kesal.

                    Rupanya semalam Siraapare bermimpi indah tentang

            rumahnya.  Ia  tidur di atas  tikar, lalu  ibunya  datang  dan
            menyelimuti tubuhnya dengan kain bhia-bhia kesayangannya.

                    Siraapare masih terlihat  kesal  karena  dibangunkan
            kakaknya,  apalagi  ketika  terbangun  ia tidak  menemukan
            sarapan pagi yang biasa disiapkan ibunya. Biasanya, ketika

            bangun  tidur, di meja makan sudah tersedia  sepiring ubi
            rebus untuk sarapan mereka.

                    Indara Pitaraa tidak menghiraukan keluhan adiknya.
            Ia malah menarik tangan adiknya lalu beranjak meninggalkan

            hutan.
                    Siraapare berjalan  sambil  terus mengeluh.  Sesekali

            ia tertinggal  jauh  di belakang  kakaknya  karena keletihan.
            Siraapare mulai  merasa bosan, sepanjang  jalan  ia hanya
            mengibaskan  kerisnya  sambil  menebas dan mematahkan

            tumbuhan  dan  semak-semak  yang  mereka  lalui.  Mereka
            sudah berjalan selama lima hari. Melewati sungai, lembah,
            gunung, dan hutan belantara. Siraapare selalu minta istirahat.






                                         12
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24