Page 328 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 328
Ruas keTujuh
Sekaranglah baru saya sadar akan nasehat dan saran
seorang intelektual dari Jogja, putra Danau Singkarak bernama
Mulyadi, sesuatu yang tadinya saya remehkan. Beliau pernah
mengatakan, “Mak Datuak, tulislah buku. Sebab kaset itu tidak
awet, apa lagi semua orang bebas mengutip isinya seperti isi
ceramah. Kalau dalam bentuk buku, bisa dijadikan bahan
referensi resmi. “ Terimaksih Kemenakanda Mulyadi, terima
kasih.
Saya terima petunjuk berharga itu. Tapi apakah seorang
Datuak Parpatiah yang bersekolah rendah akan mampu
melaksanakannya? Inilah persoalannya. Kalau soal bahan,
InsyaAllah menumpuk dalam koleksi naskah. Akan tetapi versi
kaset yang “makanan telinga” dengan buku yang “makanan
mata” jauh berbeda. Untuk itu harus banyak belajar dan
bertanya.
Sebelum pamilu 2019 saya tinggalkan Jakarta untuk
menetap di tanah kelahiran Sungai Batang, Maninjau. Di
kampunglah saya mulai menulis dengan mesin ketik “ Brother”.
Setahun kemudian, naskah selesai. Enam bulan pula lamanya
penyempurnaan, maka buku yang saya beri judul “Menyingkap
Wajah Minangkabau” selesai. Materinya sekitar paparan adat
dan budaya. Sebagaimana kajian selama ini. Setelah dianggap
layak timbul persoalan baru. Bingung, bagaimana cara
menjualnya. Mau ditawarkan ke penerbit tak tahu aturan
mainnya. Bagaimana bentuk kerja sama antara penerbit
dengan pengarang? Apakah titip jual, presentase, bagi untung
atau royalty, saya tidak paham. Kalau hubungan bisnis antara
produser rekaman dengan seniman, cukup sederhana cari ide,
susun naskah, masuk studio, terima uang. BERES Tapi soal
percetakan buku bagaimana caranya?
Menyingkap Wajah 299
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya