Page 327 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 327
Dipertengahan tahun 2000, tiba-tiba industri hiburan
dihantam tsunami. Youtube muncul bagaikan gelombang
menggulung kaset dan video compact disc (VCD). Dalam
sekejap, studio rekaman berguguran. Di Sumbar, sebanyak 9
perusahaan recording gulung tikar. Sekarang Youtube yang
kuasa. Kaset dan tape recorder serta VCD lenyap. Kini ada yang
lebih mudah, murah dan praktis. Mau lagu apa tersedia, ingin
cerita Balerong tinggal pencet dan semuanya keluar, tinggal
pilih.
Masyarakat dimanja dengan media sosial, sebuah
kemajuan yang menggembirakan. Tapi bagi Balerong sebuah
malapateka. Tidak saja kehilangan perusahaan tempat
bernaung, hampir semua karya saya diposting orang di
Youtube. Entah siapa yang mempublikasikannya, tidak tahu.
Yang jelas telah merampas hak kekayaan intelektual saya, yang
menurut pengacara, merupakan pelanggaran hukum. “Pak
Datuk bisa tuntut secara hukum,” katanya. Begitu juga saran
Dinas Kominfo di Padang. Tapi, perkara ke pengadilan, tidak
saya lakukan, sebab di sana perang uang. Di samping saya tak
punya peluru, tak ada keinginan untuk mencari kalah menang.
Yang saya inginkan adalah insafkan mereka yang telah
mendapatkan manfaat dari jerih payah orang lain. Tanpa izin,
memberitahupun tidak, apa lagi ucapan terima kasih. Itu
perlakuan orang yang tak beradab. Kalau pun dengan itu
mereka dapat uang, makanlah. Saya tak mengharapkan
sesenpun. Semoga berkah di perut anak istri mereka. Tak lain
yang saya tuntut adalah nurani mereka. Bayangkan: Hati siapa
takkan luluh, anak yang diasuhnya berpuluh tahun diperkosa
orang. Sebagai korban kezaliman, saya pasrah tapi tak rela.
Demi Allah, tak rela.
298
Yus Dt. Parpatih