Page 322 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 322

honorer. Kalau bukan begitu mana ada grup milik bersama bisa

                  awet selama 40 tahun.

                        Besoknya  naskah  cerita  “Di  Simpang  Duo”  ditawarkan
                  keperusahaan kaset Tanama Record Pimpinan Haji Alimar di

                  kota Padang, berikut sampel rekamannya. Dengan harap-harap
                  cemas,  saya  menunggu  beliau  membaca  dan  mendengar

                  contoh. Saya terkesima. “Beliau menggeleng panjang, menolak.

                  Saya  pasrah.  Tapi  yang  saya  tidak  rela  adalah  nada
                  penolakannya, “Ko a ko? sandiwara atau urang maota? “ (Ini

                  apa?  Sandiwara  atau  orang  mengobrol?).  Waduh,  rontok
                  rasanya jantung ini, saya terperangah, terhina,

                        Tujuh  kata  itu  serasa  membuat  saya  jadi  sampah.  Lalu

                  dengan dongkol, saya balik kanan. Menyerah? Oh, tidak! Inilah
                  senjata ke empat ditembakkan : Semangat!!!




                        Ruas Ketiga

                        Entah dari mana dia tahu, seorang juragan kaset dari Jambi
                  bernama  Haji  Jon  menemui  saya.  Beliau  berminat  merekam

                  dan  mengedarkan  kaset  perdana  saya.  Alhamdulillah.  Kami
                  berunding di rumah kontrakan saya di Dukuh Pinggir 3 Tanah

                  Abang.  Keputusannya:  Sepakat  memproduksi  “Di  Simpang

                  Duo” dengan keuntungan bagi dua.
                        Tiga  hari  kemudian,  Pak  Haji  datang  lagi.  Tapi

                  kedatangannya  ini  membuat  saya  kaget  setengah  mati.  Tak

                  disangka  Haji  Jon  membatalkan  perjanjian  dengan  alasan
                  keuangan. Saya emosi, selanjutnya terjadi pertengkaran. Dua

                  orang:  datuk  dan  haji  bertengkar  layaknya  Rajo  Angek  dan

                  preman,  semua  bebas  kontrol.  Kemudian  saya  sadar  bahwa
                  awak  tapacik  dimato,  urang  tapacik  dihulu.  Akhirnya  saya

                  mengendor,  diapun  minta  maaf.  Sebagai  kompensasi  atas

                  kesalahannya, Pak Haji bersedia membayar biaya latihan dan







                                                         Menyingkap Wajah                      293
                                                         Minangkabau

                                                                      Paparan Adat dan
                                                                      Budaya
   317   318   319   320   321   322   323   324   325   326   327