Page 18 - eModul Bhs Indonesia
P. 18

Pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Bahasa Melayu
               memiliki berbagai fungsi penting:
                   1.  Sebagai  bahasa  kebudayaan,  yaitu  bahasa  yang
                       digunakan dalam penulisan buku-buku yang berisi
                       aturan hidup dan karya sastra.
                   2.  Sebagai bahasa penghubung atau lingua franca
                       di antara berbagai suku di Indonesia.
                   3.  Sebagai  bahasa  perdagangan,  khususnya  di
                       daerah  pesisir,  baik  antar  suku  di  Nusantara
                       maupun dengan pedagang dari luar negeri.
                   4.  Sebagai bahasa resmi kerajaan yang digunakan
                       dalam administrasi pemerintahan (Arifin, 1988:4).
                       Aksara yang digunakan untuk menuliskan Bahasa
               Melayu antara lain aksara Pallawa pada prasasti-prasasti
               abad ke-7. Ketika Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-
               13, aksara ini kemudian digantikan oleh aksara Arab atau
               tulisan Jawi, yang tetap digunakan hingga abad ke-19.
                       Pada  masa  penjajahan  Belanda,  Bahasa  Melayu
               tetap  menjadi  bahasa  penghubung  di  antara  masyarakat
               Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda tidak mendorong
               penggunaan  Bahasa  Belanda  di  kalangan  masyarakat
               pribumi. Akibatnya, hanya segelintir orang Indonesia yang
               menguasai  Bahasa  Belanda,  dan  sebagian  besar  dari
               mereka  adalah  kelompok  terpelajar.  Karena  itu,  Bahasa
               Melayu  digunakan  dalam  komunikasi  antara  pemerintah
               dan  rakyat  Indonesia,  serta  di  antara  penduduk  yang
               memiliki  berbagai  latar  belakang  bahasa  daerah.  Pada
               periode ini, banyak surat kabar yang ditulis dan diterbitkan
               dalam Bahasa Melayu.
                       Peristiwa   penting   yang    menjadi    tonggak
               perkembangan Bahasa Indonesia terjadi pada 28 Oktober
               1928, saat Kongres Pemuda digelar. Dalam kongres ini,
               Bahasa Melayu diubah namanya menjadi Bahasa Indonesia
               dan  diikrarkan  sebagai  bahasa  persatuan  atau  bahasa
               nasional dalam Sumpah Pemuda. Naskah Sumpah Pemuda
               memuat tiga butir penting, yaitu:



                                                                     10
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23