Page 42 - 1201-SMP-Menak-Jingga-Sj-Fiks
P. 42
Karena perutnya tak ingin tersakiti, Mraja Dewantaka segera
menjatuhkan diri dan berguling-guling menjauh. Ia kemudian
melanting tinggi-tinggi dan mendarat agak jauh dari Damarwulan.
Tiba-tiba ia menekuk kaki kirinya ke depan, sedangkan kaki
kanannya ditarik lurus ke belakang. Kemudian, ia meloncat tinggi-
tinggi sambil memukulkan tangannya ke arah kepala Damarwulan.
“Anak sombong, terimalah ajalmu sekarang, ciat …!”
Damarwulan mengenali betul jurus semacam itu, lawannya
telah mengeluarkan ilmu andalan, brajamusti. Karena tidak mau
dilumatkan oleh ajian yang sangat dahsyat itu, Damarwulan
segera menyilangkan tangan di depan dada dan merentangkan
kedua kakinya kuat-kuat. Dalam waktu sekejap, Damarwulan pun
telah siap dengan ilmu andalannya pula, tameng waja. Sekejap
kemudian, “Wut … blar…!” terjadilah benturan yang sangat dahsyat.
Pukulan Mraja Dewasraya seolah-olah membentur dinding
baja yang sangat kuat. Pukulannya serasa membalik memukul
dadanya. Jantungnya seketika terasa copot, tubuhnya terpental ke
belakang, kepalanya berkunang-kunang, dan tak lama kemudian,
“Bruk…!” ia jatuh terkulai. Napasnya tersengal-sengal sejenak,
kemudian diam untuk selamanya. Di sisi lain, Damarwulan pun
tergetar sesaat dan terhuyung beberapa langkah ke belakang.
Namun, kakinya masih berdiri tegak.
Sejenak Damarwulan terpaku diam, ia kemudian melihat
sekelilingnya. Tampak Layang Seta dan Layang Kumitir masih
berperang melawan musuhnya. Damarwulan sedikit meragukan
kemampuan Layang Seta dan Layang Kumitir untuk segera
menundukkan lawan-lawannya, hatinya agak waswas.
Ketika rasa waswas itu sedang mengganggu Damarwulan,
tiba-tiba ia dikejutkan suara, “Buk…!” tubuh Layang Kumitir
terdorong beberapa langkah terkena pukulan lawan. Layang
Kumitir ingin bertahan, tetapi kepalanya tiba-tiba berkunang-
kunang. Ia menyeringai kesakitan sebelum akhirnya jatuh
terduduk.
37