Page 46 - 1201-SMP-Menak-Jingga-Sj-Fiks
P. 46
“Mudah-mudahan sebelum ayam jago berkokok, kita telah
berada di Prabalingga, Paman. Paman Sabdopalon ..., masih
sanggupkah untuk berlari?”
“Jangankan hanya ke Prabalingga, sampai ke Banyuwangi
pun hamba masih sanggup. Ayo, Tuan …!” jawab Sabdapalon
sambil melesat berlari mendahului Damarwulan.
Damarwulan terpaksa mengeluarkan ajian abur raga agar
dapat menyusul pamannya. Dua bayangan itu kembali berkejar-
kejaran. Sang candra di atas awan tersenyum melihat tingkah laku
manusia yang kadang jenaka dan kadang mendatangkan petaka.
Meskipun pantulan sinarnya remang-remang, Damarwulan dan
Sabdopalon dapat memanfaatkan sinar itu sebagai penerang jalan.
Udara malam yang menggigit dan tetesan embun yang dingin tak
dirasakan. Mereka tetap berjalan ke arah timur sampai barak
pasukan Blambangan itu pun terlihat jelas.
“Ssst …, jangan masuk lewat pintu depan, Paman! Banyak
pengawal berkeliaran di pintu depan,“ bisik Damarwulan kepada
Sabdapalon. “Kita lewat samping atau lewat belakang saja, Paman.
Penjagaan di sana pasti tidak seketat itu.” lanjut Damarwulan
masih tetap berbisik.
Sabdapalon pun mengganguk tanda setuju. Kemudian,
mereka mengendap-endap ke samping kiri. Setelah agak lama
mereka berputar-putar, barak utama itu pun ditemukannya.
Namun, di luar dugaan, barak itu justru tanpa penjagaan yang
ketat. Barak itu remang-remang kelihatan kekar dan lebih besar
jika dibandingkan dengan barak-barak yang lain. Hanya ada empat
orang yang berlalu lalang. Keempat orang itu pun tidak secara
khusus menjaga barak utama.
Damarwulan segera mengendap-endap dan melumpuhkan
para penjaga satu per satu tanpa menimbulkan kegaduhan. Setelah
dilumpuhkan, para penjaga itu didudukkan seperti orang yang
sedang tertidur. Kepalanya menunduk dan tangannya memegang
tombak. Damarwulan benar-benar harus berburu dalam waktu.
Oleh karena itu, ia cepat masuk ke dalam pintu.
41